Di beberapa daerah, pentas kuda lumping juga kerap dipadukan dengan seni kontemporer lain seperti dangdut atau campursari. Hal itu dilakukan untuk menarik minat penonton dan mengikuti perkembangan zaman.
“Perpaduan ini menambah suasana baru, meningkatkan animo masyarakat untuk melihat dan nguri-uri seni tradisional warisan nenek moyang kita,” tandasnya.
Seni kuda lumping kerap dipentaskan di berbagai acara seperti bersih desa, saparan, nyadran dan hajatan. Dia berharap kelompok seni tradisional eksis kembali dan mendapatkan job tampil setelah terpuruk selama pandemi Covid-19.
“Saat ini pandemi sudah mulai mereda, saya berharap pentas seni bisa digelar di banyak tempat. Berikan fasilitasi bagi para pelaku seni untuk tampil agar mereka mendapat manfaat secara ekonomi. Warga yang punya hajat juga hendaknya nanggap seni tradisional, bukan hanya dangdut atau organ tunggal,” paparnya.
Politisi PDI Perjuangan tersebut juga mengusulkan diterbitkannya aturan agar setiap destinasi wisata wajib mementaskan kesenian tradisional secara rutin.
“Mungkin pentasnya bisa sebulan sekali, seminggu sekali untuk mewadahi kelompok seni, sehingga pelaku seni bisa berekpresi, menghibur, dan mendapatkan income,” katanya. (adv)
editor: ricky fitriyanto