Kampung ini kini menjadi contoh desa mandiri pesisir yang tumbuh dari kesadaran lingkungan. Meski masih menghadapi tantangan, seperti ancaman rob akibat reklamasi di kawasan barat dan timur Semarang, warga memilih untuk terus beradaptasi.
“Kami tidak menyalahkan siapa pun. Tapi kalau tempat air direklamasi, air pasti mencari tempat lebih rendah. Maka tugas kita adalah menjaga yang tersisa,” ujar Juraimi bijak.
Dari Tambak ke Harapan Hijau
Tambakrejo kini bukan sekadar kampung nelayan. Ia menjadi saksi perubahan cara pandang masyarakat terhadap alam. Dari menebang menjadi menanam, dari mengeluh menjadi bergerak.
“Tanpa bantuan dan gotong royong mungkin Tambakrejo tidak seperti sekarang. Tapi yang paling penting adalah kesadaran warga sendiri. Kami ingin menjaga laut, menjaga kampung kami,” tutup Juraimi.
Tambakrejo juga disebut akan menjadi destinasi Ecowisata Mangrove yang potensial di Ibu Kota Jawa Tengah. Hal itu diungkapkan Walikota Semarang Agustina Wilujeng Pramestuti yang ingin mengembangkan potensi pariwisata berbasis lingkungan.
“Saya melihat potensi mangrove Tambakrejo bisa kami kembangkan lagi menjadi destinasi ecowisata mangrove,” kata Agustina belum lama ini.
BACA JUGA: Peringati Hari Bumi, Alfamart Gandeng Pemkot Semarang Tanam 20 Ribu Mangrove di Pantai Mangunharjo
Menurutnya, pengembangan objek wisata ini dilandasi oleh dua pertimbangan. Pertama, potensi peningkatan perekonomian masyarakat pesisir. Kedua sebagai langkah proaktif dalam melestarikan ekosistem pesisir pantai, terutama dari ancaman abrasi pantai yang semakin nyata. (*)
Editor: Farah Nazila