SEMARANG, beritajateng.tv – Suara tangis bayi terdengar dari sebuah rumah yang terletak di Jalan Manggis II Nomor 4, Lamper Lor, Kecamatan Semarang Selatan, Kota Semarang. Tangisan bayi yang baru berumur belasan hari itu pecah lantaran menahan rasa lapar.
Tak lama, tangisan itu reda setelah mendapat satu botol susu dari Rafael, pemuda berusia 18 tahun. Keduanya adalah penghuni Yayasan Hati Bagi Bangsa.
Rafael adalah satu dari 200 anak asuh Yayasan Hati Bagi Bangsa. Sejak tahun 2020, ia tinggal dan menetap di Yayasan Hati Bagi Bangsa.
“Dulu lulus SMP nggak lanjut sekolah karena nggak ada biaya, temen bilang daripada nggak sekolah mending ikut yayasan. Akhirnya saya ke sini,” kisah Rafael kepada beritajateng.tv, Rabu, 18 Desember 2024.
Rafael yang mulanya terpaksa putus sekolah karena keterbatasan biaya berhasil menyelesaikan SMA nya. Ia bahkan kini berkesempatan untuk mengenyam bangku perkuliahan.
“Saya udah empat tahun di sini, dari awalnya lulus SMP sampai sekarang udah kuliah di Universitas Terbuka (UT), baru semester satu,” lanjutnya.
Yayasan Hati Bagi Bangsa tak pandang latar belakang
Adalah Agus Sutikno, sosok di balik Yayasan Hati Bagi Bangsa. Siapa sangka, sosok nyentrik dengan badan penuh tato itu memiliki hati yang mulia.
Pasalnya, penghuni di yayasan milik Agus bukan anak-anak biasa. Mereka adalah manusia dengan berbagai latar belakang kelam.
“Ibunya seorang PSK (pekerja seks komersial). Dia masuk tanpa akta, tanpa KK, nggak bisa baca tulis. Tapi saat di sini bisa lanjut sekolah, sekarang udah kelas dua,” kisah Agus seraya memeluk seorang anak asuhnya.