SEMARANG, beritajateng.tv – Sebanyak 83 civitas akademika Universitas Katolik (Unika) Soegijapranata meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menghentikan proses revisi Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2015.
Hal itu tertuang dalam pernyataan sikap civitas akademika Unika Soegijapranata yang keluar per tanggal 22 Agustus 2024. Mereka menilai, saat ini telah terjadi krisis demokrasi substantif dan krisis konstitusi di Indonesia.
“DPR RI secara sadar mematikan aspirasi masyarakat guna membangun demokrasi lokal melalui dan melakukan pembangkangan terhadap putusan Mahkamah Konstitusi hanya demi kepentingan politik praktis elite sesaat dan berpihak pada kepentingan oligarki,” tulis pernyataan sikap tersebut.
BACA JUGA: Kronologi Demo Ricuh Mahasiswa di Kota Semarang: Pagar DPRD Roboh hingga Tembakan Gas Air Mata
Sementara itu, Rektor Unika Soegijapranata, Dr. Ferdinandus Hindiarto, menyampaikan kecamannya terhadap kondisi saat ini. Menurutnya, situasi politik yang muncul saat ini merupakan bentuk ketidakpatuhan terhadap konstitusi yang semata-mata bertujuan untuk melanggengkan kekuasaan oligarki.
Ia menegaskan, negara harus tunduk kepada konstitusi. Semua kebijakan dan peraturan perundang-undangan harus berlandaskan pada prinsip-prinsip demokrasi dan keadilan.
“Negara ini didirikan berdasarkan konstitusi. Semua elemen bangsa, termasuk lembaga negara, harus tunduk pada konstitusi,” ucap saat beritajateng.tv konfirmasi.
Empat sikap civitas akademika Unika Soegijapranata
Sementara itu, dalam pernyataan sikapnya, Unika Soegijapranata mengibaratkan kondisi krisis kehidupan kebangsaan dan kenegaraan dengan Konstitusi Apostolik “Ex Corde Ecclesiae” (Dalam Hati Gereja) oleh Paus Yohanes Paulus II.