Pendidikan

Kritik Wacana Enam Hari Sekolah, PGRI Jateng: Negara Maju Saja Lima Hari, Kok Kita Malah Mundur?

×

Kritik Wacana Enam Hari Sekolah, PGRI Jateng: Negara Maju Saja Lima Hari, Kok Kita Malah Mundur?

Sebarkan artikel ini
Sekolah Enam Hari | RUU Sisdiknas | PGRI Sekolah Rakyat
Ketua PGRI Jawa Tengah sekaligus anggota DPD RI, Muhdi, saat dijumpai di kantornya, Kamis, 31 Juli 2025. (Made Dinda Yadnya Swari/beritajateng.tv)

SEMARANG, beritajateng.tv – Wacana Pemerintah Provinsi Jawa Tengah mengembalikan sekolah enam hari untuk SMA/SMK negeri memantik kritik berbagai kalangan.

Ketua PGRI Jawa Tengah sekaligus Anggota DPD RI, Muhdi, menilai tidak ada alasan yang cukup kuat untuk mengubah kembali kebijakan yang sudah berjalan beberapa tahun terakhir.

Muhdi menilai perubahan dari lima hari menjadi enam hari sekolah tidak selaras dengan kebutuhan siswa untuk tumbuh di lingkungan keluarga dan masyarakat. Menurutnya, alasan awal Pemprov Jawa Tengah mengubah pola sekolah menjadi lima hari masih relevan hingga sekarang.

“Dulu Pemprov mengubah lima hari sekolah dengan alasan yang cukup rasional. Bagaimanapun anak-anak itu tidak cukup hanya di sekolah, namun juga harus punya waktu yang cukup bersama keluarga. Pada umumnya keluarga juga banyak yang lima hari kerja,” ujar Muhdi via WhatsApp, Minggu, 23 November 2025.

BACA JUGA: PGRI Jateng Ragukan Rencana BGN Beri MBG untuk Guru Non-ASN: Tahun Depan Sudah Tak Ada Honorer

Ia menjelaskan kebijakan Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) terkait tujuh kebiasaan anak Indonesia hebat serta delapan karakter utama bangsa justru lebih cocok dijalankan dengan pola lima hari sekolah. Salah satu poin penting menurutnya adalah kebutuhan anak untuk bermasyarakat.

“Saya kira anak-anak harus punya waktu untuk hidup di lingkungan masyarakatnya sehingga dengan libur Sabtu-Minggu, ada waktu 2 hari untuk bersosialisasi, berkehidupan, bermasyarakat,” kata dia.

Muhdi menambahkan, dua hari libur sekolah memberi ruang bagi siswa SMA/SMK untuk belajar, mengembangkan diri, dan terlibat dalam kegiatan yang bermanfaat. Ia menilai hal itu berpengaruh terhadap pembentukan karakter, kreativitas, dan kemandirian.

Guru juga butuh ruang mengembangkan diri

Menurut Muhdi, pola lima hari sekolah bukan hanya memberi manfaat bagi siswa, namun juga bagi guru dan keluarga mereka. Ia memandang waktu dua hari libur memberi kesempatan bagi orang tua dan siswa untuk memulihkan fisik dan mental. Sekaligus menjaga keseimbangan kehidupan keluarga.

“Yang kedua, saya kira memberikan waktu yang lebih optimal untuk keluarga bagi siswa. Apalagi pada umumnya orang tua juga banyak yang 5 hari kerja,” ujarnya.

Dua hari libur, lanjutnya, memberi ruang bagi guru untuk menjalankan perannya sebagai orang tua sekaligus meningkatkan keprofesian mereka. Kegiatan seperti Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) atau pengembangan diri seharusnya tidak mengambil hari-hari kerja ketika guru harus mengajar.

“Memberikan kesempatan guru untuk mengembangkan diri. Beban tanggung jawab guru yang sudah berat, jika tidak lalu [semakin] diforsir dalam 6 hari kerja,” tegasnya.

Simak berbagai berita dan artikel pilihan lainnya lewat WhatsApp Channel beritajateng.tv dengan klik tombol berikut:
Gabung ke Saluran

Tinggalkan Balasan