Hal tersebut, lanjut Martin, guna mengajarkan toleransi melalui praktik langsung dan tidak sebatas teori. Menurutnya, praktik toleransi langsung sering kali lupa diajarkan. Padahal, toleransi antar umat beragama tentu tidak semudah teorinya.
“Jadi mengajarkan toleransi itu tidak hanya teori, tapi praktik, melihat langsung, tidak hanya mendengar bahwa kita harus menghargai perbedaan, tidak boleh menyinggung agama lain, dan sebagainya. Kita ajarkan praktik, karena tidak mudah lho menunggu agama lain berdoa di dalam, itu kita ajarkan sejak SD,” jelasnya.
Toleransi pondasi keberhasilan pendidikan
Lebih lanjut, Martin menilai pondasi akan keberhasilan pendidikan tidak hanya terbatas pada pengetahuan. Akan tetapi juga soal karakter siswa. Salah satunya saling bertoleransi.
Sebagai Sekolah Bhinneka Tunggal Ika, kata Martin, SD Mataram Semarang tentunya menjunjung tinggi semangat toleransi. Hal itu juga tercermin dalam banyaknya kegiatan keagamaan di sekolahnya.
“Terlepas kita sebagai Sekolah Bhinneka Tunggal Ika, tapi seandainya tidak pun toleransi tetap penting. Harapannya tentu anak-anak semakin mencintai perbedaan itu,” harapnya.
“Anak-anak harus jadi fanatik pada agamanya masing-masing, tetapi juga saling menghormati, mencintai perbedaan, dan tidak boleh menyalahkan agama lain,” tutup Martin. (*)
Editor: Farah Nazila