BACA JUGA: Cerita Ketua LDII Jateng Bangga Agustina Mantan Mahasiswanya Jadi Calon Walikota Semarang
“Ini bukan sekadar pertemuan seremonial. Silaturahim ini adalah upaya konkret menumbuhkan dialog, mengembangkan pemikiran lintas identitas. Serta memperkuat kualitas sumber daya manusia untuk menjaga ketahanan bangsa,” tegasnya.
Forum ini menggarisbawahi bahwa kerukunan tidak bisa hanya bergantung pada situasi. Tetapi harus diusahakan secara aktif melalui komunikasi lintas kelompok, kebijakan inklusif, serta kolaborasi nyata antar elemen bangsa.
Dalam era digital yang semakin kompleks, di mana intoleransi sering menyusup lewat narasi keagamaan di media sosial. Kegiatan seperti ini menjadi pengingat penting bahwa persatuan Indonesia lahir dari semangat hidup dalam perbedaan.
DPW LDII Jawa Tengah juga menyatakan kesiapan untuk terus menjalin sinergi bersama pemerintah, aparat, pemuka agama, dan masyarakat sipil. Utamanya dalam menjaga persatuan melalui pendekatan yang partisipatif dan dialogis.
Dalam refleksi akhir, forum ini juga mengajak Majelis Ulama Indonesia (MUI) sebagai lembaga keagamaan arus utama untuk terus memainkan perannya sebagai penuntun moral bangsa.
MUI harapannya tidak terjebak dalam politik identitas dan tetap menjadi tempat bertanya bagi seluruh umat, bukan hanya kelompok tertentu.
Masyarakat Indonesia mendambakan ulama dan pemimpin agama yang tidak hanya fasih dalam teks keagamaan. Tetapi juga bijak dalam memahami konteks sosial kekinian.
“Kita perlu lembaga keulamaan yang kuat dalam dalil, namun adil dalam sikap. Yang mampu menegakkan nilai kemanusiaan dan keadaban dalam keberagaman, “terangnya.
Melalui Silaturahim Kebangsaan Jilid V, LDII Jateng kembali mengingatkan bahwa merawat keberagaman adalah tugas kolektif seluruh elemen bangsa. Forum ini menjadi contoh bahwa lewat komunikasi yang terbuka dan kolaboratif Indonesia bisa tetap berdiri kokoh sebagai bangsa yang besar, damai, dan bersatu dalam perbedaan. (*)
Editor: Elly Amaliyah
