SEMARANG, beritajateng.tv – Ketika episode 4 Mary Kills People tayang, suasana misteri berubah menjadi ketegangan murni. Woo So-jeong, sang dokter darurat, menyadari bahwa kepercayaan yang ia yakini selama ini ternyata bagian dari jebakan, bukan bentuk rasa aman. Perasaan yang semula menguatkan kini berubah menjadi beban moral yang menghujam.
Dari Kasih ke Kecurigaan
Langkah Woo So-jeong membantu pasien terminal kini tersapu oleh rasa khawatir setelah mengetahui identitas sejati Ji-hun, yang ternyata adalah polisi bawah penyamaran. Ketika mengetahui bahwa ia digiring oleh sistem untuk melakukan tindakan hukum, ia merasakan pengkhianatan mendalam. Bukan hanya pada dirinya sendiri, tetapi juga pada misi belas kasih yang ia pegang teguh.
BACA JUGA: Aksi Nekat Dr. Woo So‑jeong, Awal Kisah Menegangkan Mary Kills People Episode 1-2
Tak Lagi Aman
Ketika persediaan obat eutanasia miliknya habis, Woo So-jeong terpaksa menjalin hubungan muram dengan Go Gwang-cheol, seorang pengedar kuat. Ia menghadapi kondisi yang memaksa, hingga tubuh dan prinsipnya dilanggar dalam negosiasi tingkat tinggi.
Tawar-menawar demi menyelamatkan nyawa yang menderita berubah membayangi rasa aman dan kepatuhan moral.
Taktik Polisi Mempertemukan Kedua Dunia
Polisi merakit skenario sempurna yakni menciptakan rumah palsu untuk memperdaya Woo So-jeong agar melakukan euthanasia di tempat mereka bisa menangkapnya. Strategi ini berhasil, tetapi justru menyalakan kesadaran Woo So-jeong bahwa posisinya tidak sekadar terang atau gelap, melainkan mempertaruhkan nyawa dan hati nurani.
BACA JUGA: Rangkuman Cerita Mary Kills People Episode 3, Konflik Makin Memuncak
Ketika ia menyadari kesalahannya, ia mengambil keputusan berani dengan menghindar dan menghancurkan bukti terakhir agar misinya tetap berjalan tanpa tercemar.
Oposisi Tertutup
Di tengah kegelisahan moral, muncul kekuasaan yang memanipulasi. Ketika seorang politikus memerintahkan perburuan terhadap Woo So-jeong di rumah sakit, liciknya intrik bergeser ke level lain.