Disampaikannya, untuk dapat melakukan tracing dan pencarian kasus bisa menggunakan teknologi. Misalnya saja, tambah dia, kalau dulu dilakukan dengan cara mencari secara manual penyintas kusta namun ternyata banyak yang tidak mau mengaku. Coba dibuka dengan cara lain seperti melalui medsos, atau menghubungi nomer kontaknya.
”Barangkali dapat membuat penyintas kusta menjadi tidak lagi malu dan mau melaporkan permasalahan yang dihadapinya. Ini tentu akan sangat membantu pemerintah dalam penanganan kasusnya. Jauhi penyakitnya bukan orangnya, karena penularan butuh intensitas tinggi, butuh jangka waktu lama dan intensitas ketemu tinggi. Jadi, kami harus serius menangani persoalan ini. Mulai dari menjalin komunikasi dengan kelompok-kelompok masyarakat, termasuk dengan Puskesmas terdekat hingga struktur pemerintahan terendah seperti RT dan RW agar dapat mendeteksi secara langsung keberadaan penyintas kusta,” ungkap dia.
Pada kesempatan tersebut, Ganjar sempat berbincang dengan penyintas kusta, Firmansyah. Menurut Firmansyah stigmatisasi dan perlakuan diskriminasi terhadap penyintas kusta memang masih ada bahkan dialaminya. Mulai dari keluarga hingga tetangganya yang tidak mau mendekat, karena takut ketularan. Perlakuan itu justru menambah dirinya selaku penyintas kusta merasa tertekan secara psikologis.
“Saya sendiri pernah merasakan minder, orang tidak mau mendekat karena takut tertular. Apalagi kusta salah satunya menimbulkan tanda kecacatan pada fisik yakni kulitnya terlihat berbeda. Padahal penularan penyakit ini sendiri butuh waktu yang lama, inkubasinya bisa lima tahun. Saya berharap, stigma dan diskriminasi terhadap penyintas kusta bisa dihapuskan,” ujar Firmansyah secara lugas saat berbincang dengan Ganjar.
Sementara itu, Direktur RSUD Kelet Provinsi Jawa Tengah di Kabupaten Jepara, dr Agung Pribadi, menyampaikan, pihaknya memberikan pelayanan untuk kasus-kasus yang tidak tertangani di daerah lain. Ini dikarenakan dalam perjalanan pengobatan, terkadang ditemukan ada reaksi lebih lanjut yang dialami penderita kusta, sehingga harus dibawa dan ditangani di instansinya.
”Kami juga memberikan dukungan psikologis kepada pasien dan advokasi kepada keluarga serta lingkungan. Itu yang selama ini telah dilakukan kami. Selain itu, pasien kusta sebenarnya tidak akan menularkan penyakitnya kalau sudah sekali mendapatkan dan meminum obatnya. Ini yang masih perlu diketahui masyarakat luas, bahwa penyakit kusta merupakan salah satu penyakit menular yang bisa diantisipasi untuk tidak dapat menular,” terang dia, yang juga bertindak selaku panitia seminar tersebut. (Ak/El)