Masyarakat Diminta Hapus Stigma Diskriminasi Kusta di Jateng

Gubernur Jateng Ganjar Pranowo. /Foto: Steve Arie.

SEMARANG, 30/1 (BeritaJateng.tv) – Stigmatisasi dan diskriminasi terhadap penyintas kusta masih terjadi dan menjadi salah satu kendala dalam penanggulangan kusta. Walaupun data 2019-2021 menyebutkan, indikator capaian penanggulangan kusta di Jawa Tengah terus membaik karena adanya penurunan jumlah kasus.

Namun, hingga sekarang penangulangan kusta masih tetap harus ditingkatkan, agar penyakit yang turut dikenal dengan sebutan lepra tersebut benar-benar bersih. Selanjutnya, keberadaan stigmatisasi dan diskriminasi terhadap penyintas kusta pun harus dihapuskan.

Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, mengatakan, untuk menghapus stigmatisasi dan menuntaskan penyakit kusta tentunya diperlukan peran dan usaha dari seluruh sektor. Salah satu usaha yang dilakukan, antara lain dengan mendatangkan dua orang penyintas kusta.

Mereka diminta bercerita bagaimana kondisi sakit, perawatan, peran pemerintah, serta respon keluarga dan masyarakat. Ternyata stigmatisasi masih ada sehingga diskriminasi masih sering muncul.

”Tentunya kasihan mereka. Itu butuh literasi lebih lanjut, dan akan kami dorong untuk dihapuskan stigmatisasi dan diskriminasi kepada penyintas kusta di Jawa Tengah,” ujar dia, usai membuka acara seminar ”Mari Bersama Hapuskan Stigma Diskriminasi Kusta” pada Hari Kusta se-Dunia tingkat Provinsi Jawa Tengah di Gedung Gradhika Bhakti Praja, Senin (31/1).

Sejauh ini dari 35 kabupaten/kota di Jawa Tengah, papar Ganjar, hanya tinggal menyisakan Kabupaten Brebes saja yang masih belum mencapai eliminasi dan membutuhkan perhatian dalam mengentaskan masalah stigmatisasi dan jumlah kasus kusta.

Melalui seminar tersebut, dirinya berharap dapat menemukan rekomendasi atau metodologi-metodologi yang ada untuk dapat memperbaiki kekurangan yang ada dalam penanganannya.

Disampaikannya, untuk dapat melakukan tracing dan pencarian kasus bisa menggunakan teknologi. Misalnya saja, tambah dia, kalau dulu dilakukan dengan cara mencari secara manual penyintas kusta namun ternyata banyak yang tidak mau mengaku. Coba dibuka dengan cara lain seperti melalui medsos, atau menghubungi nomer kontaknya.

”Barangkali dapat membuat penyintas kusta menjadi tidak lagi malu dan mau melaporkan permasalahan yang dihadapinya. Ini tentu akan sangat membantu pemerintah dalam penanganan kasusnya. Jauhi penyakitnya bukan orangnya, karena penularan butuh intensitas tinggi, butuh jangka waktu lama dan intensitas ketemu tinggi. Jadi, kami harus serius menangani persoalan ini. Mulai dari menjalin komunikasi dengan kelompok-kelompok masyarakat, termasuk dengan Puskesmas terdekat hingga struktur pemerintahan terendah seperti RT dan RW agar dapat mendeteksi secara langsung keberadaan penyintas kusta,” ungkap dia.

Pada kesempatan tersebut, Ganjar sempat berbincang dengan penyintas kusta, Firmansyah. Menurut Firmansyah stigmatisasi dan perlakuan diskriminasi terhadap penyintas kusta memang masih ada bahkan dialaminya. Mulai dari keluarga hingga tetangganya yang tidak mau mendekat, karena takut ketularan. Perlakuan itu justru menambah dirinya selaku penyintas kusta merasa tertekan secara psikologis.

“Saya sendiri pernah merasakan minder, orang tidak mau mendekat karena takut tertular. Apalagi kusta salah satunya menimbulkan tanda kecacatan pada fisik yakni kulitnya terlihat berbeda. Padahal penularan penyakit ini sendiri butuh waktu yang lama, inkubasinya bisa lima tahun. Saya berharap, stigma dan diskriminasi terhadap penyintas kusta bisa dihapuskan,” ujar Firmansyah secara lugas saat berbincang dengan Ganjar.

Sementara itu, Direktur RSUD Kelet Provinsi Jawa Tengah di Kabupaten Jepara, dr Agung Pribadi, menyampaikan, pihaknya memberikan pelayanan untuk kasus-kasus yang tidak tertangani di daerah lain. Ini dikarenakan dalam perjalanan pengobatan, terkadang ditemukan ada reaksi lebih lanjut yang dialami penderita kusta, sehingga harus dibawa dan ditangani di instansinya.

”Kami juga memberikan dukungan psikologis kepada pasien dan advokasi kepada keluarga serta lingkungan. Itu yang selama ini telah dilakukan kami. Selain itu, pasien kusta sebenarnya tidak akan menularkan penyakitnya kalau sudah sekali mendapatkan dan meminum obatnya. Ini yang masih perlu diketahui masyarakat luas, bahwa penyakit kusta merupakan salah satu penyakit menular yang bisa diantisipasi untuk tidak dapat menular,” terang dia, yang juga bertindak selaku panitia seminar tersebut. (Ak/El)

Tinggalkan Balasan