“Banyak hal-hal yang menjadi indikator untuk Kota Lama menjadi kelas dunia (World Heritage), tapi di sisi lain masih banyak juga hambatan-hambatan. Salah satunya bagaimana kita mensinkronkan, mengkolaborasikan antar pemangku kepentingan. kalau di dalam disertasi ini kami menyebutnya, para aktor atau secara umumnya adalah pemangku kepentingan,” bebernya.
“Sehingga saya mengambil disertasi berjudul Hepta Helix Collaborative Governance dalam Pengelolaan Situs Kota Lama Semarang. Ini merupakan lanjutan dari tesis S2 saya yang juga berkaitan dengan kota lama,” sebutnya.
Dalam disertasinya, Mbak Ita lebih menekankan pada sinergi atau collaborative governance, sesuai konsep bergerak bersama Kota Semarang.
“Harapannya, dengan selesainya disertasi ini bisa menghasilkan penemuan baru, dan menjadi salah satu pondasi untuk agar Kota Lama Semarang bisa menjadi World Heritage,” katanya.
Menanggapi terkait raihan IPK sempurna 4.00 atau Summa Cumlaude yang ia dapat. Mbak Ita mengaku berupaya melakukan terbaik di setiap aktivitas. Termasuk saat harus meluangkan waktunya untuk perkuliahan dan menyelesaikan tugas sebagai Wali Kota Semarang.
“Perjalanan atau waktu menyelesaikan ini kan panjang, hingga 3 tahun. Harus selalu ketemu dengan dosen atau promotor kemudian bolak-balik merevisi laporan, merevisi disertasi. Itu semua ia lakukan di tengah kesibukan sebagai Walikota,” katanya.
Menurutnya, tantangan tersebut justru jangan sampai menjadi hambatan, tetapi menjadi suatu jalan untuk kita bisa meraih yang terbaik.
“Bersyukur sekali dimudahkan. Banyak teman-teman yang mensupport dan membantu. Alhamdulillah bisa mendapatkan Indeks prestasi IPK 4.00,” terangnya. (*)
Editor: Elly Amaliyah