SEMARANG, beritajateng.tv – Sekilas tidak ada yang aneh dari kolong jembatan Jalan Soekarno-Hatta yang berada di pinggir barat sungai Banjir Kanal Timur, Semarang. Hanya ada satu gerobak angkringan yang menjajakan beberapa minuman sachet dan gorengan.
Namun, jika diamati lagi, di kolong jembatan itu ternyata ada sebuah kehidupan. Dua buah kasur, satu dipan, beberapa drum berisi air bersih, lemari, dan satu buah tangga menandakan bahwa tempat ini tidak sekadar kolong jembatan.
Pemiliknya adalah Sukarti. Seorang perempuan paruh baya berusia 60 tahun.
Sukarti mengaku telah tinggal di sana sejak muda, atau sekitar 40 tahun yang lalu. Ia sendiri termasuk penghuni satu-satunya sebab hanya ada dia dan keluarganya di kolong jembatan itu.
“Dulu awalnya yang jualan angkringan orang tua, waktu itu saya masih kerja dan belum punya suami. Orang tua saya lalu meninggal, akhirnya saya yang jualan,” katanya kepada beritajateng.tv, Rabu 22 November 2023.
BACA JUGA: Menuju Dua Dekade, Kolektif Hysteria Hadirkan ‘Buah Tangan’ dengan Nuansa yang Berbeda
Saat orang tuanya meninggal, Sukarti sebenarnya menerima warisan berupa rumah di daerah Tambak Dalam. Hanya saja, Sukarti harus membagi warisan tersebut dengan sembilan saudaranya. Setelah pembagian warisan, ia mendapatkan Rp15 juta.
Selain itu, Sukarti sebenarnya memiliki satu unit rusun di daerah Genuk dengan biaya sewa Rp115 ribu perbulan. Tetapi, lantaran jauh dari pusat kota, Sukarti lebih memilih menetap di kolong jembatan yang dekat dengan usaha angkringannya.
“Saya milih di sini, saya cuma begini ‘dipoyoki’ tidak apa-apa, saya di sini cari rejeki. Yang penting saya nggak maling, saya cuma jualan di sini,” imbuh perempuan asli Kudus itu.