Untuk lele, kebutuhan per tahun mencapai hampir 30 ribu ton hanya untuk memenuhi satu menu mingguan di 1.500 SPPG. Tambak-tambak idle di Jawa Tengah akan dioptimalkan untuk meningkatkan produksi, terutama di Kabupaten Pati yang direncanakan menjadi kampung budidaya nila salin.
“Kalau SPPG ada 1.500 unit dan setiap menunya seminggu sekali pakai lele untuk 3.000 siswa, dibutuhkan sekitar 300 kilogram lele. Kalau kalikan 1,5 ribu SPPG itu hampir 30 ribu ton,” jelas Endi.
Senator usulkan desentralisasi dapur MBG di Jateng seperti India
Berbeda dengan India yang menjalankan PM Poshan lewat dapur sekolah dan dapur komunitas lokal, pelaksanaan MBG di Indonesia saat ini masih terpusat pada dapur skala besar atau SPPG. Satu dapur bisa melayani ribuan siswa setiap hari.
Senator asal Jawa Tengah, Muhdi, mendorong pemerintah mempertimbangkan desentralisasi dapur MBG seperti model India. Ia menilai, dapur skala kecil di sekolah akan lebih mudah pengawasannya serta menjaga kualitas makanan.
“Bahkan saya sendiri ingin menawarkan, misalkan di sekolah elit apalagi sekolah swasta, mungkin enggak penawarannya sekolah itu yang melaksanakan sendiri? Jadi di-desentralisasi-kan. Sekolah-sekolah elit rata-rata muridnya banyak dan yayasannya cukup settle,” ujarnya, Jumat, 3 Oktober 2025.
Muhdi menambahkan, dapur dengan cakupan 500 hingga 1.000 siswa akan lebih menjamin makanan tetap segar dan mengurangi risiko keracunan. Pola penyajian pun tak harus mengandalkan ompreng, tetapi bisa langsung sajikan di kantin sekolah.
“Kalau langsung saja [menyajikan makanan] di situ itu kan kemungkinan makanan basi itu tidak terjadi,” katanya.
Mendorong desentralisasi dapur MBG, kata Muhdi, bukan sekadar solusi teknis, tapi strategi penting agar program ini berjalan lebih aman, efisien, dan mendekati praktik negara-negara yang lebih dulu berhasil, seperti India.
Jurnalis Sandeep Unnithan sebut program makan gratis tak hanya bantuan, namun alat pemerdayaan masyarakat
Dalam sesi India Voice of Tomorrow yang berlangsung Sabtu, 4 Oktober 2025 lalu, jurnalis Sandeep Unnithan menyebut keberhasilan India dalam Green Revolution pasca 1947 sebagai tonggak kemandirian pangan negaranya.
Green Revolution di India membuktikan bahwa swasembada pangan bukan sekadar target, tetapi menjadi fondasi kebijakan sosial jangka panjang. Ketika kebutuhan pangan nasional terpenuhi, pemerintah memiliki ruang fiskal dan logistik untuk meluncurkan berbagai program intervensi besar, salah satunya pemberian makan bergizi di sekolah bagi jutaan pelajar.
Bagi Indonesia, pengalaman India itu menunjukkan bagaimana ketahanan pangan menjadi prasyarat penting dalam menopang kebijakan sosial berskala besar. Sandeep menilai, program makan gratis di India bukan sekadar bantuan, melainkan alat pemberdayaan masyarakat.
“Program ini meningkatkan literasi, terutama perempuan; memperbaiki nutrisi anak; memberdayakan perempuan; dan mendorong transformasi keluarga,” ungkapnya.
Sandeep juga menekankan pentingnya menjaga keseimbangan antara dukungan negara dan kemandirian warga.
“Negara memang harus memenuhi kebutuhan minimum rakyatnya. Tapi jangan sampai menciptakan ketergantungan penuh,” ujarnya.
Pengalaman India dengan program PM Poshan-nya, kini menjadi rujukan dalam pelaksanaan program MBG di Indonesia.
Dengan dana yang sangat besar dan cakupan jutaan penerima manfaat, Jawa Tengah menjadi salah satu daerah kunci untuk menguji efektivitas implementasi program ini di lapangan. (*)
Editor: Mu’ammar R. Qadafi