Untuk menjelaskan perbedaannya, Aming kemudian mengambil sebuah contoh struktur kalimat. Misal dalam BISINDO, satu kalimat ‘orang itu nganggur’ sudah dianggap benar, sedangkan untuk SIBI, struktur kalimat harus lengkap, menjadi ‘orang itu menganggur’.
“Hal tersebut yang terkadang membuat SIBI susah diterapkan untuk teman-teman Tuli,” ujarnya.
BACA JUGA: Lebih Dekat dengan Stevanus Ming, Teman Dengar yang Jadi Juru Bahasa Isyarat
Aming menambahkan, dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Tuli di Indonesia lebih banyak menggunakan BISINDO. Sedangkan SIBI penggunaannya dalam proses pembelajaran sekolah luar biasa (SLB). Penggunaan bahasa isyarat yang terpecah tersebut akibat SIBI yang belum mampu seluruh kalangan masyarakat Tuli terima dengan baik.
“Karena memang teman-teman Tuli lebih paham BISINDO ketimbang SIBI,” tutupnya. (*)
Editor: Mu’ammar Rahma Qadafi