SEMARANG, beritajateng.tv – Pemerintah menerbitkan dua peraturan menteri keuangan (PMK), yang mengatur ketentuan perpajakan atas kegiatan usaha bulion.
Penerbitan kedua PMK tersebut, bertujuan untuk menyederhanakan regulasi dan memberikan kepastian hukum.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Rosmauli mengatakan penyusunan kedua PMK tersebut perlu adanya dukungan terhadap kegiatan usaha bulion. Dalam bentuk penyesuaian pengaturan perpajakan dengan perkembangan kegiatan usaha bulion, berdasarkan Undang-undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK).
BACA JUGA: DJP Jawa Tengah I Sita Aset Pengemplang Pajak di Kota Semarang
Menurutnya, usaha bulion mencakup kegiatan yang berkaitan dengan emasbseperti simpanan, pembiayaan, perdagangan dan penitipan emas lembaga jasa keuangan.
“Sebelumnya, ketentuan pemungutan PPh Pasal 22 atas kegiatan usaha bulion telah ada dalam PMK 48 Tahun 2023 dan PMK 81 Tahun 2024, yang menimbulkan tumpang tindih. Contohnya, penjual emas memungut PPh Pasal 22 sebesar 0,25 persen atas penjualan kepada Lembaga Jasa Keuangan (LJK) Bulion. Sementara LJK Bulion sebagai pembeli juga memungut PPh Pasal 22 sebesar 1,5 persen atas pembelian yang sama,” kata Rosmauli.
Rosmauli menjelaskan, ketentuan yang baru tersebut harapannya dapat menghilangkan potensi tumpang tindih.
PMK pertama adalah PMK Nomor 51 Tahun 2025 tentang Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 mengatur bahwa penjualan emas konsumen akhir kepada LJK Bulion sampai dengan Rp10 juta, kecuali dari pemungutan PPh Pasal 22.