“Fasilitasi yang sudah kami lakukan antara lain pendataan usaha oleh Dinas Perindustrian, membangun sentra industri, lalu Pemkot Semarang juga punya koneksi dengan Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) dan FTA (Free Trade Agreement). Yang terpenting adalah bagaimana membuka pasar. Contohnya kalau dalam negeri (mengirim) ke PT Sarinah sebagai wadah industri kreatif tanah air,” beber Mbak Ita.
Sementara itu, berkaitan dengan kelancaran pengembangan industri, Mbak Ita akan mengagendakan pertemuan dengan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) guna membahas rencana kenaikan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK). Selain mendengarkan pendapat dari serikat pekerja, Mbak Ita menekankan pihaknya juga akan berdiskusi dengan pihak pengusaha selaku pemberi upah.
“Dari serikat pekerja meminta 3,1 juta sekian tapi itu kan naiknya tinggi sekali dari 2,8 juta. Tapi kita juga harus lihat kemampuan pengusahanya. Karena toh tahun lalu waktu Pak Hendi kita mengajukan tinggi tapi tidak disetujui oleh provinsi. Ini kita lagi coba satukan (pemikiran) kemudian ajukan lagi. Acuan dari pusat PP No. 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan, tapi pekerja maunya (mengacu) PP No. 78 ditambah inflasi,” terang Mbak Ita.
“Kalau Provinsi pakai PP 36 kita pakai 78 (kan nggak ketemu). Ya kita sih sodorkan saja, tapi keputusan akhir di gubernur. Kalau kita tetep perjuangkan ya namanya juga untuk masyarakat. Kita masih diskusi dulu. Moga-moga dapat yang terbaik,” tandasnya. (Ak/El)