SEMARANG, beritajateng.tv — Pengamat Ekonomi Universitas Diponegoro (Undip), Wahyu Widodo, menilai kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) Jawa Tengah idealnya berada pada kisaran 8 persen untuk tahun 2026.
Pada tahun sebelumnya, UMP Jateng 2025 diputuskan naik sebesar 6,5 persen atau Rp132.402 menjadi Rp2.169.349, dari sebelumnya Rp2.036.947. Kenaikan itu tertuang dalam Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 561/38 Tahun 2024 tentang Upah Minimum Provinsi Jawa Tengah Tahun 2025.
Jika UMP Jawa Tengah naik 8 persen, maka besarannya akan menjadi Rp2.342.896 atau naik sebesar Rp173.548.
Hitungan tersebut ia sampaikan berdasarkan formula dasar inflasi dan pertumbuhan ekonomi yang selama ini pemerintah gunakan dalam penetapan upah.
“Kenaikannya mestinya inflasi plus pertumbuhan ekonomi. Itu paling masuk akal secara konsep ekonomi,” ujar Wahyu saat beritajateng.tv hubungi via panggilan WhatsApp, Jumat, 12 Desember 2025.
Menurut Wahyu, jika pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah berada di kisaran 5 persen dan inflasi sekitar 3 persen, maka kenaikan upah minimum yang logis berada pada angka minimal 8 persen.
“Kalau pertumbuhan ekonominya 5 persen, inflasinya 3 persen, ya paling tidak naik 8 persen. Itu minimum,” tuturnya.
Disparitas UMK Semarang–Banjarnegara dinilai wajar karena biaya hidup berbeda
Sementara itu, Wahyu menegaskan perbedaan UMK antarwilayah di Jawa Tengah merupakan konsekuensi logis dari variasi biaya hidup. Kota Semarang, yang memiliki kebutuhan hidup tertinggi, wajar berada di posisi UMK tertinggi.
Sebab, selama ini disparitas atau perbedaan gaji antardaerah di Jawa Tengah selalu mendapat kritik kelompok buruh, utamanya Banjarnegara dengan upah terendah dan Kota Semarang dengan upah tertinggi. Dengan alasan biaya kebutuhan pokok tak jauh berbeda.
“Kota Semarang paling tinggi itu masuk akal karena living cost-nya paling mahal,” kata Wahyu.
Ia menjelaskan, Jawa Tengah secara umum menjadi provinsi dengan upah minimum relatif rendah dibanding Jawa Barat, DKI Jakarta, dan Jawa Timur. Namun kondisi itu sejalan dengan struktur ekonomi dan biaya hidup masyarakat Jateng.
BACA JUGA: UMP Jateng Belum Bisa Penetapan 8 Desember, Hingga Kini PP Kemnaker Belum Turun













