“Di 2025 ini pajak royaltinya naiknya sangat signifikan,” kata Handika.
Dari semula hanya Rp750 ribu, jelas Handika, tagihan royalti kemudian naik menjadi Rp3,6 juta, dan yang terakhir menjadi Rp15 juta per room per tahun.
Sehingga, total nominal royalti yang harus manajemen Citra Dewi Karaoke bayarkan mencapai Rp960 juta, termasuk akumulasi tunggakan tahun sebelumnya.
BACA JUGA: Di Tengah Polemik Royalti, Cafe di Semarang Ini Masih Putar Lagu
Hanya saja, tak semua tempat usaha karaoke di Bandungan dianggap menunggak dan mendapat somasi. Artinya, ada pengusaha yang tak terkena tagihan royalti tersebut.
“Jadi kalau saya lihat, hanya karaoke yang tampaknya besar saja yang WAMI somasi, karena tidak semuanya mendapat teguran tersebut,” jelasnya.
Hal lain yang masih ia persoalkan, karaoke di Bandungan skalanya tempat hiburan di lingkup kecamatan, bukan skala nasional. Sehingga, bila besaran royaltinya mencapai Rp15 juta, maka terasa memberatkan.
Ia mengungkapkan, kini banyak pengusaha mengeluhkan terkait royalti musik tersebut. Selain tempat karaoke, hotel pun jadi sasaran untuk membayar royalti pemutaran musik.
Bahkan yang terbaru, dan sempat menjadi pembahasan di internal grup pengusaha otobus (PO) pariwisata, Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) juga menyasar bus pariwisata. Sebab, pemutaran lagu di dalam bus masuk kategori komersialisasi dari penjualan tiket.
“Berapa hitung-hitungannya juga belum tahu seperti apa, tetapi kewajiban membayar royalti lagu juga mengarah ke sana,” tegasnya. (*)
Editor: Mu’ammar R. Qadafi