SEMARANG, beritajateng.tv – Meskipun tak seekstrem negara lain, dampak perubahan iklim di Indonesia cukup terasa. Hal tersebut terbukti dengan meningkatnya rata-rata suhu di Indonesia.
Di Indonesia, dalam 30 tahun terakhir, suhu rata-rata meningkat kurang lebih 0,1 derajat celcius. Hasilnya, sejak tahun 1866-2020 suhu di Indonesia meningkat hingga 1,6 derajat celcius. Hal tersebut tentu berdampak terhadap risiko terjadinya bencana alam di Indonesia.
dr. Kurniawan Taufiq Khadafi, M. Biomed, SpA(K), Ketua Satgas Bencana Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mengungkapkan anak-anak menjadi kelompok paling rentan terhadap situasi kegawat daruratan akibat perubahan iklim tersebut.
BACA JUGA: Antisipasi Cuaca Ekstrem, Dokter Ingatkan Pentingnya Penuhi Kebutuhan Air dalam Tubuh Anak
“Anak-anak rentan karena anak mempunyai karakteristik yang unik dan anak itu bukan dewasa mini di mana proses pada anak dan sebagian besar proses tubuhnya atau fisiologisnya berbeda dengan dewasa,” jelasnya dalam penyelenggaraan media briefing, Selasa (2/5/2023).
Salah Satu Bahaya Perubahan Iklim Lewat Udara Pernapasan
Dalam paparannya, dr. Khadafi menyebut salah satu alasan anak lebih rentan terhadap peralihan iklim adalah anak lebih banyak menghirup udara.
Laju napas anak lebih banyak ketimbang orang dewasa. Contohnya, bayi baru lahir memiliki frekuensi 40-50 napas per menit, sedangkan manusia dewasa 18-20 napas per menit. Semakin banyak menghirup udara, makin mudah menyerap kandungan berbahaya di udara.
“Selain itu, anak cenderung banyak bermain di luar rumah, bermain dengan bahan-bahan kotor, dan mudah memasukkan sesuatu ke dalam mulut. Hal tersebut berbahaya terhadap perkembangan anak,” lanjutnya.