SEMARANG, beritajateng.tv – Polemik royalti musik yang kembali mencuat di sektor perhotelan dan restoran menuai sorotan dari Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Jawa Tengah.
Penasihat PHRI Jateng, Benk Mintosih, menegaskan bahwa aturan terkait royalti harus jelas, terukur, dan tidak diterapkan secara terburu-buru tanpa sosialisasi yang memadai.
“Kami ini sudah banyak beban, dari pajak, perizinan, hingga dampak pandemi yang baru saja berlalu, dampak efisiensi. Jangan lagi ditambah kewajiban yang aturannya belum jelas, bereskan dulu masalahnya,” ujarnya saat beritajateng.tv hubungi melalui panggilan WhatsApp pada Rabu, 13 Agustus 2025.
BACA JUGA: Royalti Lagu Jadi Polemik, Hotel di Semarang Ini Sudah Tersertifikasi LMKN dan Patuh Aturan
Benk menyoroti kerancuan dalam penarikan royalti, terutama ketika pemutaran musik di hotel atau restoran hanya berupa instrumen atau bersumber dari platform legal seperti YouTube.
Ia menilai polemik royalti musik berpotensi membebani pelaku usaha jika regulasi tidak jelas dan sosialisasi belum matang.
“Logikanya, kalau hotel sudah beli kaset, CD, atau langganan platform resmi, kenapa masih harus bayar lagi? Bahkan suara burung saja, masa kena royalti?” sindirnya.
Tak ingin jadi celah lembaga tak Kompeten
PHRI Jateng juga mengingatkan adanya potensi penyalahgunaan oleh pihak-pihak yang mengaku berwenang namun tidak memiliki kompetensi resmi.
“Kadang ada lembaga yang langsung menghubungi hotel-hotel kecil yang belum paham, bikin takut, padahal belum ada aturan jelas. Kami minta anggota PHRI segera lapor jika ada permintaan seperti itu,” tegas Benk.