Menurutnya, hal ini bukan sekadar masalah teknis, tetapi juga transparansi. PHRI menuntut penjelasan rinci tentang formula penarikan royalti, pihak penerima, hingga peruntukan dana tersebut.
“Kami di PHRI transparan laporan setiap bulan. Mestinya lembaga pemungut royalti juga begitu,” tambahnya.
BACA JUGA: Di Tengah Polemik Royalti, Cafe di Semarang Ini Masih Putar Lagu
Minta sosialisasi dan FGD sebelum berlaku
Benk menyarankan agar pemerintah pusat duduk bersama lembaga terkait, pelaku usaha, dan pemilik hak cipta untuk menyusun aturan yang jelas.
“Harus ada Focus Group Discussion (FGD) dulu sampai benar-benar clear. Kalau pusat sudah oke, daerah tinggal mengaplikasikan. Jangan pukul rata harus bayar tanpa melihat dampak di lapangan,” jelasnya.
PHRI Jateng berharap, sebelum pemberlakuan aturan, ada kejelasan mengenai kategori musik yang terkena royalti, mekanisme penarikan, serta manfaat langsung yang pelaku usaha terima.
“Kalau penyanyi saja banyak yang ikhlas lagunya diputar, kenapa masih dibebani royalti?” pungkas Benk. (*)
Editor: Mu’ammar R. Qadafi