Sudah hampir tiga bulan ini kepastian hukum dari tiga tangki minyak mentah dan police line sumur LDK 27 tidak jelas.
Padahal hukum itu tercipta adalah untuk kepastian, untuk manfaat dan untuk keadilan. Kepastiaanya yaitu sejak 8 maret hingga sekarang tidak ada proses.
“Kami tegaskan jika perkara ini naik menjadi penyedikan perkara, ok segera. Kalau tidak ya monggo di diskusikan. Karena dampaknya penambang lah yang rugi”, imbuh Pasuyanto.
Sumur LDK 27 Bukan Illegal Drilling
Jika sumur LDK 27 di anggap illegal drilling. Para penambang ini sudah memenuhi kaedah-kaedah sesuai peraturan menteri ESDM no.1 tahun 2008.
Yang intinya bahwa semua mekanisme penambangan sudah terpenuhi semua oleh penambang. Termasuk inspeksi dari Pertamina. Bahwa apa yang penambang lakukan sudah sesuai prosedur.
Menurut salah satu penambang bahwa well service untuk sumur LDK 27 ini sudah menghabiskan biaya miliaran rupiah.
Lantaran di police line, penambang merasa rugi karena mereka tidak bisa bekerja. Penambang minta police line buka lagi agar para penambang bisa menghasilkan minyak mentah dari sumur tersebut.
Polda Jawa Tengah melakukan penyelidikan terkait dugaan tindak pidana Illegal Drilling sebagaimana Pasal 52 UU Migas No 22 Tahun 2001. Di Desa Ledok Kecamatan Sambong, Kabupaten Blora pada tanggal 28 sampai 30 Maret 2023.
Dalam penyelidikan tersebut menyebut kegiatan pengelolaan sumur tua di Desa Ledok sejak tahun 1998. Dan kerjasama dengan PT. BPE sejak tahun 2020 sampai dengan sekarang.
Selanjutnya pihak kepolisian juga telah melakukan pemeriksaan terhadap 37 orang. Terdiri dari pihak BPE, Pertamina, ESDM, BPH migas, paguyuban PPMSTL, pihak pengebor dan supir tangki.
Kemudian pihak kepolisian juga mengamankan tiga unit truk tangki. Serta menduga ada ilegal drilling pada titik koordinat LDK 27 dan sudah di police line, serta mengamankan 5 orang penambang.
Namun setelah itu, pihak kepolisian telah melepaskan 3 orang sopir dan 3 truk tangki, serta memulangkan 5 orang penambang. (*)
Editor: Elly Amaliyah