“Semua guru diminta ini itu, bebannya banyak, guru gak punya waktu, kemudian dibebankan pada platform Merdeka Belajar untuk guru agar akses materi di situ. Kalau targetnya banyak, [malah] ngasih beban administratif,” terang dia.
Terlebih, kata Edi, tak seluruh guru di Indonesia bisa mengakses internet dengan baik.
“Itu jadi catatan kinerja, itu blunder, yang namanya pelatihan online gak semua daerah terjangkau internet, gak semua guru megang gadget, jadi gak paham,” sambung Edi.
Berhasilkah penerapan Kurikulum Merdeka di Indonesia?
Perihal apakah Kurikulum Merdeka berhasil, menurut Edi, tak semudah itu untuk mengukur kesuksesan sebuah kurikulum.
“Mengukur keberhasilan kurikulum itu susah, banyak yang pengin di capai kurikulum, seperti peningkatakn kapasitas seseorang terhadap mapel, keterampilan hidup, life skill, critical thinking,” tegas dia.
BACA JUGA: Warganet Tuduh Murid Banyak Tak Tahu dan Susah Baca Gegara Kurikulum Merdeka, Ini Kata Pengamat
Sehingga, kata dia, keberhasilan Kurikulum Merdeka secara umum belum bisa terlihat. Namun, keberhasilan Kurikulum Merdeka menurutnya bisa terlihat dari pencapaian masing-masing anak melalui nilai rapor.
“Kalai secara rinci bisa kita lihat di rapor, sekarang kan gak ada UN tuh. Kita gak bisa lihat secara nasional, tapi bisa dilihat dari masing-masing sekolah itu,” tandasnya. (*)
Editor: Farah Nazila