SEMARANG, beritajateng.tv – Tren ketakutan menikah atau yang ramai disebut “Marriage is Scary” meramaikan jagat dunia maya belakangan ini.
Adapun tren “Marriage is Scary” dibubuhi oleh pengalaman pahit warganet selepas menikah. Tak jarang, konten tersebut memantik banyak komentar pengguna medsos lainnya yang menyatakan enggan menikah.
Menanggapi hal itu, Psikolog Universitas Diponegoro (Undip), Amalia Rahmandani, angkat bicara. Saat beritajateng.tv jumpai langsung di Fakultas Psikologi Undip pada Selasa, 17 September 2024 sore, Amalia membenarkan adanya fenomena tersebut di media sosial.
Menurut pengamatannya, tak sedikit yang memutuskan keengganannya untuk menikah atas fenomena tersebut. Hal itu, kata Amalia, muncul sebagai akibat dari paparan media sosial.
“Kita melihat ada cukup banyak pemberitaan terkait bagaimana mengelola sebuah rumah tangga. Sayangnya, itu hal yang sifatnya justru menyebabkan seseorang mempertanyakan kembali soal pernikahan itu sendiri,” ucap Amalia.
Amalia menuturkan, tren “Marriage is Scary” membuat beberapa orang berpikir ulang tentang esensi pernikahan.
Bahwa pernikahan yang semula menjadi cita-cita utama, kini bergeser menjadi sesuatu yang bisa seseorang pikirkan ulang.
Kendati media sosial memberikan peran yang sangat besar, namun ada beberapa faktor lain yang menurutnya berperan di balik ketakutan seseorang untuk menikah.
Bagi Amalia, cara berpikir seseorang, tak terkecuali mereka yang takut menikah, bukan hanya terpengaruhi media. Melainkan, kata dia, juga terpengaruh oleh pengalaman selama menjalani kehidupan.
“Entah itu pengalaman langsung sebagai korban, atau [pengalaman] apa pun yang sifatnya membuat dia berpikir bahwa pernikahan bukan suatu hal yang perlu dijalankan,” beber Amalia.
Selain pengalaman langsung seseorang sebagai korban, pengalaman tidak langsung pun Amalia sebut bisa memengaruhi keengganan seseorang untuk menikah. Salah satunya adalah melihat hubungan orang tua yang tak harmonis.
“Ada perselisihan di dalam keluarga, yang mau gak mau, suka gak suka, ternyata itu menjadi amatan (tontonan) buat anak. Pengamatan terhadap orang tua itu yang menyebabkan dia berpikir ulang untuk menikah,” ujar Amalia.
Tak hanya itu, trauma yang timbul dari seseorang saat berinteraksi dengan lawan jenis pun Amalia sebut bisa memicu keengganan untuk menikah.
“Marriage is Scary” picu pergeseran usia pernikahan dari dewasa-muda ke dewasa-madya
Tren “Marriage is Scary”, menurut Amalia, bisa memicu pergeseran usia menikah. Sebelumnya, orang-orang cenderung menikah pada kelompok usia dewasa-muda.