Dengan WFH atau WFA, kata Azzam, tidak lagi memaksa karyawan bekerja secara 9 – 5 yang terlalu mengikat dan saklek.
“Saya bisa mengerjakan hal lain sembari bekerja asal tidak begitu ber-impact ke pekerjaan utama. Dengan catatan, ya harus siap kerja di luar jam kerja juga,” ungkapnya.
Pekerja dengan WFH atau WFA Sering Dianggap Remeh
Di sisi lain, baik Isbalna maupun Azzam tidak setuju jika Gen Z harus rela mendapat gaji kecil asal bisa bekerja secara WFH atau WFA. Menurut mereka, bekerja baik secara WFO maupun WFH sama-sama memiliki kesulitannya masing-masing.
“Nggak rela kalau harus rela gajinya kecil. Orang-orang nganggep remeh, padahal secara effort dan pemikiran kita sama-sama kerja keras,” sanggah Isbalna.
“Nggak rela kalau gaji saya lebih kecil daripada yang kerja di kantor. Karena saya sendiri ada di divisi marketing. Ujung tombak perusahaan,” imbuh Azzam.
BACA JUGA: Tak Lagi PNS, Milenial dan Gen Z Kini Pilih Jadi Pengusaha
Keduanya lantas tidak setuju apabila Gen Z atau rekan-rekan seusianya disebut lebih manja dibanding generasi sebelumnya. Menurut mereka, kenyamanan WFH dan WFA muncul lantaran telah berubahnya pola hidup akibat Pandemi Covid-19 tiga tahun yang lalu, salah satunya pola kerja yang baru.
“Karena kita seperti ini dipengaruhi oleh lingkungan dan teknologi. Standar penilaian untuk menye-menye harusnya berbeda,” pungkas Azzam yang tidak setuju akan Gen Z yang nyaman dengan WFH. (*)
Editor: Farah Nazila