“Teknik sinden banyak sekali, vokalnya nggak biasa, ritmenya tidak ikut irama, ada aturannya sendiri. Juga sinden harus mempelajari sastra Jawa biar bisa menghayati,” terangnya.
Ariel padukan bahasa Inggris dan bahasa Jawa dalam sinden
Uniknya, meski menjadi sinden muda, ternyata Ariel memilih jalan lain untuk studinya. Ia kini menempuh pendidikan di jurusan Bahasa Inggris di Universitas Dian Nuswantoro (Udinus) Semarang.
Hal tersebut sekaligus untuk menunjukkan, bahwa sinden adalah budaya adiluhung yang mesti dilestarikan. Walau dengan latar belakang pendidikan yang tidak linier sekalipun.
“Sinden dari luar negeri banyak masa kita tidak, sesuai dengan jurusan saya, untuk bagaimana sinden bisa berpadu dengan bahasa Inggris,” ungkapnya.
BACA JUGA: Lestarikan Kesenian Wayang Kulit, Disbudpar Kota Semarang Gelar Festival Dalang Cilik di TBRS
Di sisi lain, Ariel sendiri merupakan penyandang disabilitas tunanetra. Namun, hal tersebut tidak menghalanginya dalam berkarya. Saat ini, ia sedang mengikuti seleksi Panggung Talenta, sebuah ajang unjuk bakat para disabilitas di Indonesia.
Beberapa waktu lalu, ia ikut bagian tampil pada ajang Festival Dugderan. Selain itu, Ariel aktif menjadi sinden muda di Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Robot E Gamelan. (*)
Editor: Mu’ammar R. Qadafi