Sementara itu, Ketua Panitia khusus (Pansus) Raperda Pengawasan dan Pengendalian Minuman Beralkohol, Joko Santoso menduga, banyak pelanggaran yang terjadi terkait peredaran dan pengendalian minuman beralkohol di ibu Kota Jawa Tengah. Dari dua tempat yang disambangi oleh tim pansus, ada pelanggaran terkait perizinan dan pembayaran pajak daerah.
“Kemungkinan, ada yang lain. Pasti semua ada pelanggaran. Itu dua saja semuanya melanggar,” ujar Joko.
Dalam sidak, pihaknya mengecek sejauh mana persoalan perizinan minuman beralkohol baik distributor maupun penjual eceran. Pihaknya menemulan ada distributor yang melibihi kewenangan dari izin yang dikantongi.
“Izinnya distributor, tapi menjual langsung,” ucap politisi Partai Gerindra tersebut.
Kemudian, lanjut dia, peredaran, pengendalian, dan pengawasan minuman beralkohol di Kota Semarang dinilai belum begitu terkontrol, termasuk mengenai pajak. Terbukti, ada tempat hiburan yang pembayaran pajaknya dianggap tidak masuk akal. Dalam sehari, pajak hiburan di salah satu tempat hiburan terhitung rata-rata Rp 500 ribu per hari. Itu dinilai tidak masuk akal jika pajaknya sebesar 25 persen.
“Kami coba ke tempat hiburan terkait masalah pajak. Ada dua akuntansi, pertama untuk konsumen, tertulis pajak 25 -35 persen. Tapi untuk internal, tdk ada pajaknya. Sehingga, sehari pajak untuk hiburan hanya Rp 500 ribu. Itu tidak masuk akal ketika pajaknya 25 persen. Omzetmya Rp 12,5 juta itu tidak masuk akal,” paparnya.
Joko menambahkan, hasil sidak ini akan menjadi bahan pertimbangan dalam menyusun perda terkait minuman beralkohol di Kota Semarang. Nantinya, perda akan disesuaikan dengan kondisi di lapangan. (*)
Editor: Elly Amaliyah