Dari enam siswa itu, kemudian dirinci. Dua siswa yang sudah masuk Dapodik, karena siswa tahun lalu. Kemudian, tiga siswa sebenarnya juga siswa tahun lalu yang dikategorikan juga titipan.
Dan kemudian dimasukkan kelas satu lagi tahun ini. Sementara satu adalah siswa hasil PPDB tahun ini.
“Yang lima lainnya dapat tahun ini namun masuk titipan karena belum cukup umur. Sesuai dapodik usia anak sekolah harus lebih dari enam tahun. Namun lima ini tetap diikutkan SD agar bisa mengikuti pelajaran,” tambahnya.
Kepala sekolah yang sudah 13 tahun mengabdi di SDN 4 Banjarejo itu menyebut jika ditotal jumlah siswa di sekolah tersebut ada 37. Kemudian bertambah dengan titipan, sehingga total 42.
“Rata-rata per kelas gak sampai 10. Hanya 4, 6 sampai 7 saja,” katanya.
Faktor Minimnya Peserta Didik
Menurutnya ada beberapa faktor yang menyebabkan situasi itu terjadi. Pertama karena faktor populasi. Di Dukuh Banyuurip itu jumlah KK hanya 150. Itu pun terdiri dari usia muda dan tua.
Berikutnya adalah faktor geografis. Secara geografis, lokasi dukuh tersebut terisolir di tengah hutan. Jauh dengan daerah lain. Bahkan dengan dukuhan terdekat berjarak 7 kilometer.
“Akses keluar jauh. Dari dukuh luar ke sini juga jauh,” tuturnya.
Menurutnya, kondisi tersebut juga terjadi di SDN 5 Banjarejo yang terletak di dukuhan sebelah. Tepatnya di Dukuh Temetes.
SDN 4 Banjarejo dan SDN 5 Banjarejo sama-sama kurang dari 60 siswa. Akhirnya, kedua sekolah itu dua tahun lalu hendak di-regrouping.
Hanya saja batal karena secara geografis tak memungkinkan. Selain itu, akses jalan dari dua lokasi yang tak memadai. Bahkan sangat memprihatinkan.
“Maka regrouping gak jadi. Sehingga ya sekolah ini tetap jalan meski sedikit,” tambahnya. (*).
Editor: Andi Naga Wulan.