Pasalnya, mengaji di depan keramaian orang berlalu-lalang membutuhkan kesiapan mental yang cukup. Tak sedikit peserta yang tampil salah karena merasa grogi.
“Memang tadi hampir rata-rata 90 persen peserta grogi, Artinya memang di sinilah kita ingin taklukkan mental teman-teman, bagaimana kita bisa membentuk mental percaya diri di jiwa teman-teman itu sendiri,” paparnya.
Sosialisasi Al-Qur’an Braille
Lebih jauh, Andi memaparkan bahwa acara hari ini juga sebagai upaya mensosialisasikan Al-Qur’an Braille kepada teman tuna netra lainnya. Sebab, tidak semua tuna netra bisa membaca Qur’an Braille.
Kesulitan dalam mempelajari Al-Qur’an Braille itu menjadi satu masalah yang masih coba dihadapi bersama.
“Karena Al-Quran Braille ini kan mengandalkan kepekaan jari ya dan terdiri dari kombinasi beberapa titik. Nah, kesulitan inilah yang terkadang menjadi tantangan bagi teman-teman tuna netra,” tuturnya.
BACA JUGA: Kisah Saminah, Napi Asal Banyumas Pembunuh Satu Keluarga, Kini Tobat di Balik Jeruji Besi
Selain tantangan untuk mempelajarinya, tantangan tuna netra juga berkaitan dengan pengadaan Al-Qur’an Braille yang cukup mahal.
Untuk satu juz Al-Qur’an Braille, kata Andi, dibanderol Rp90 ribu. Padahal, Al-Qur’an terdiri 30 juz. Kendati begitu, Andi berharap semakin banyak tuna netra yang bisa membaca Al-Qur’an Braille.
“Kami ingin memotivasi masyarakat bahwa, ayo, meskipun teman-teman tuna netra ini mereka memiliki keterbatasan, mereka mau belajar Qur’an Braille. Sebaliknya juga begitu, masyarakat juga bisa belajar Al-Qur’an secara lebih continue, lebih semangat gitu,” tandasnya. (*)
Editor: Mu’ammar R. Qadafi
Respon (2)