Ambar menambahkan, regulasi angkutan sewa khusus juga tidak bisa jadi dasar hukum bagi operasional bajaj.
Berdasarkan Permenhub Nomor 118 Tahun 2018, kendaraan taksi online minimal harus memiliki kapasitas mesin 1.000 cc, sementara bajaj tidak memenuhi syarat tersebut.
“Secara aturan, posisi bajaj belum jelas dan tidak sah sebagai angkutan umum,” tegasnya.
Pihak dinas, lanjutnya, hanya dapat menempatkan bajaj sebagai kendaraan pribadi dengan rute terbatas di jalan lingkungan atau kawasan tertentu, sesuai ketentuan Permenhub Nomor 117 Tahun 2018.
Terkait protes dari Organisasi Angkutan Darat (Organda) yang menilai keberadaan bajaj berpotensi mengganggu usaha angkutan resmi. Dinas Perhubungan memastikan akan menindaklanjuti keberatan tersebut.
“Kami tidak menolak keberadaan bajaj, tapi operasionalnya harus sesuai regulasi. Saat ini kami masih melakukan pemantauan dan pengawasan di lapangan,” kata Ambar.
Pihaknya berharap, seluruh pihak dapat mematuhi aturan agar transportasi di Kota Semarang tetap tertib, aman, dan tidak merugikan pelaku usaha angkutan yang telah memiliki izin resmi. (*)
Editor: Elly Amaliyah