Selain itu, imbuh Mbak Ita, Rumah Apung Tambaklorok juga bisa berfungsi sebagai tempat pertemuan warga. Seperti arisan, sosialisasi program, atau kegiatan sosial, dan pengajian.
Dia berharap, hal ini bisa membuat menjadi terintegrasi dengan destinasi wisata, bahkan menjadi wisata bahari.
“Saya minta juga untuk maksimalkan. Saya juga akan melihat untuk perencanaan Bapeda, pasar (di sekitar Rumah Apung-red) itu kita bagusin,” katanya.
Mbak Ita bercita-cita Tambaklorok bisa mengadopsi wisata kuliner di Muara Karang atau Muncar Banyuwangi.
“Itu kan sederhana sekali tempat-tempat yang bisa menarik wisatawan. Misal dengan beli ikan dan makan di sini atau bisa mendapatkan hasil kerajinan dari kerang, tulang ikan. Ini bisa menjadi salah satu destinasi wisata bahari,” paparnya.
Sementara itu, Kepala Balai Geoteknik, Terowongan dan Struktur KemenPUPR, Panji Krisna Wardana menerangkan, pembangunan Rumah Apung dari struktur, rangka hingga atap, menelan anggaran sekitar Rp 1 miliar. Bangunan ini memang khusus rancangan untuk mengikuti elevasi air dan anti gempa.
“Kelebihan maintenance sangat murah, selama 8 tahun belum ada indikasi kerusakan apa-apa. Walaupun masih uji coba tapi tetap dalam kondisi yang baik,” tuturnya.
Panji berharap masyarakat bisa memanfaatkan Rumah Apung Tambaklorok sebaik-baiknya. Dia mengakui perawatan Rumah Apung sangat mudah karena memang struktur yang awet dan tahan lama.
“Perawatan rehab itu biasanya setelah menginjak usai bangunan 22-30 tahun. Tapi secara umum umurnya bisa sampai 50 tahun,” imbuhnya.(*)
Editor: Elly Amaliyah