SEMARANG, beritajateng.tv – Sidang lanjutan perkara perundungan dan pemerasan dalam program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi Universitas Diponegoro kembali mengungkap praktik pungutan liar berupa iuran terselubung.
Persidangan yang berlangsung Rabu, 11 Juni 2025 di Pengadilan Negeri Semarang menghadirkan saksi kunci Andriani, bendahara residen sekaligus rekan kerja terdakwa dr. Taufik Eko Nugroho.
Andriani membeberkan bahwa iuran berkedok Biaya Operasional Pendidikan (BOP) sudah menjadi kebiasaan turun-temurun di PPDS Anestesi Undip.
Ia sendiri mengaku pernah menyetorkan uang Rp60 juta saat menjalani pendidikan sebagai residen angkatan 69. Besaran pungutan ini berbeda-beda di setiap angkatan.
BACA JUGA: Sidang Kedua PPDS: Pulang Larut hingga Senior Kucilkan jika Tak Turuti Pasal Anestesi
“Kalau tidak setor BOP, tidak bisa ikut ujian karena tidak ada dana untuk pendaftaran,” jelas Andriani saat memberikan kesaksian.
Menurutnya, iuran BOP tak memiliki dasar aturan resmi dari kampus. Namun, praktik ini para residen serta Kaprodi ketahui dan jalankan.
“Memang tidak ada SK rektor atau fakultas, tapi itu hasil kesepakatan residen,” tambahnya.
Andriani mengungkapkan, alasan iuran mencapai puluhan juta agar persiapan kegiatan akademik berjalan lancar.
BACA JUGA: Terungkap “Pasal dan Tata Krama Anestesi” dalam Senioritas PPDS Undip: Senior Selalu Benar
Sejak tahun 2021, ia mengelola iuran tersebut secara tunai; tidak diperkenankan pembayaran melalui transfer tanpa alasan jelas.
Selain BOP, Andriani juga mengelola iuran dari staf anestesi untuk operasional Kelompok Staf Medis (KSM).
Dana itu mencakup kebutuhan seperti honor penguji, biaya admin, hingga langganan platform daring untuk pelatihan.
Namun, ia menegaskan tidak menemukan aliran dana mengarah ke terdakwa dr. Taufik. “Dalam file Excel tidak tercatat nama Taufik, dan buku catatan saya juga tidak menunjukkan hal itu,” tuturnya. (*)