“Mediamu wae ra cetho kok (mediamu saja tidak jelas kok),” jawab Ganjar sambil menunjuk jari ke jurnalis tersebut, dia kemudian memalingkan muka dan menghindar.
Zaenal menjelaskan, sesuai PP 33 tahun 2018 tentang pelaksaaan tugas dan wewenang gubernur, Ganjar menjadi kepala daerah yang mewakili pemerintah pusat, mewakilki negara, atau mewakili presiden. Sebab Gubernur merupakan kepanjangan tangan pemerintah pusat.
Sementara dalam UU NO 40 tahun 1999 tentang pers, media menjadi alat kontrol sosial, dan memberikan informasi serta edukasi ke masyarakat. Maka, lanjutnya, saat ada kebijakan yang dianggap tidak baik ataupun permasalahan di lapangan, maka perlu diklarifikasi ke pejabatnya.
Zaenal meminta Ganjar tak perlu emosi menghadapi pertanyaan wartawan yang menjalankan tugas jurnalistiknya. Zaenal mengatakan, Ganjar bisa menjawab pertanyaan tersebut dengan menjelaskan kebijakan yang telah diambil jajarannya.
“Dijawab normatif juga tak masalah. Apakah itu jalan provinsi atau jalan nasional. Kalau jalan provinsi bisa mengundang kepala dinas terkait, kalau jalan nasional bisa koordinasi dengan PUPR. Kalau jalan Kabupaten bisa ditanyakan ke Bupati. Apalagi Pj Bupatinya juga pejabat Pemprov yang diangkat Gubernur,” katanya.
Dia mengkritik tindakan Ganjar yang terkesan emosi dan melecehkan wartawan.
“Boleh bertanya dari media mana, tapi nggak usah ketus. Ini tindakan yang sangat tidak arif dan tidak bijaksana. Tidak mengayomi semua elemen masyarakat, nuduh media ora cetho. Tindakan ini tak pantas dilakukan seorang pejabat negara. Kalau tidak bisa mengendalikan emosinya, tidak usah jadi gubernur, jadi masyarakat biasa saja,” tandasnya.
Sekedar diketahui, kemacetan jalan penghubung antara Kabupaten Pati dan Kabupaten Rembang tersebut selama ini memang sering dikeluhkan warga. Kemacetan bahkan terpaksa membuat para sopir menginap. Terlebih sejumlah ruas jalan juga berlubang, rusak, dan tak juga diperbaiki. (*)
Editor: Ricky Fitriyanto