SEMARANG, beritajateng.tv – Para akademisi di Semarang, Jawa Tengah, menilai kebocoran subsidi gas LPG 3 kilogram (kg) yang mencapai sekitar Rp50 triliun per tahun sudah berada pada level darurat.
Mereka mendorong pemerintah segera mengubah mekanisme penyaluran subsidi menjadi sistem voucer atau bantuan langsung tunai (BLT). Hal ini agar bantuan lebih tepat sasaran.
Pakar Kebijakan Publik Undip, Yuwanto, mengatakan besarnya kebocoran menunjukkan lemahnya disiplin dan pengawasan dalam tata kelola subsidi.
Pemerintah, menurutnya, perlu segera memperbaiki sistem agar subsidi benar-benar tersalurkan untuk masyarakat miskin yang berhak.
“Ini sudah darurat. Persentase kebocorannya besar dan biayanya sangat tinggi. Disiplin dalam penyaluran subsidi tidak bisa kita biarkan berjalan alami, harus di paksa, awasi, bahkan memberi sanksi jika melanggar,” ujar Yuwanto.
Hal ini ia sampaikan dalam diskusi publik bertajuk “1 Tahun Prabowo-Gibran: Sudah Berdaulatkah Kita dalam Berenergi?” di @Hom Hotel Semarang, Senin, 27 Oktober 2025.
BACA JUGA: Beli LPG 3 Kg Pakai NIK Mulai 2026, Hanya untuk 40 Persen Masyarakat dengan Pendapatan Terendah
Ia menilai sistem pengawasan subsidi masih lemah dan belum terintegrasi antarinstansi. Karena itu, pengubahan subsidi LPG menjadi bentuk voucer atau BLT dinilai sebagai langkah strategis, asalkan di iringi penguatan penegakan hukum dan data penerima yang valid.
“Kalau pembenahan Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional berjalan dengan serius dan akurat. Kebijakan subsidi berbasis BLT atau voucer akan jauh lebih efektif,” tegasnya.
Sementara itu, Ekonom Universitas PGRI Semarang, Heri Prabowo, menilai perubahan mekanisme subsidi menjadi BLT atau voucer penting untuk memperbaiki efektivitas penyaluran.
Menurutnya, subsidi seharusnya memberikan rasa aman bagi masyarakat dalam mengakses energi, tanpa membebani keuangan negara.









