DI KOTA SEMARANG, sepakbola tak bisa dipisahkan dari politik. Apalagi, CEO klub bola kebanggan ibu kota Jawa Tengah, PSIS Semarang, ini sendirinya merupakan seorang politisi, yakni Alamsyah Satyanegara Sukawijaya alias Yoyok Sukawi. Meskipun, saat ini di Indonesia bukan Yoyok seorang yang menjadi politikus sekaligus petinggi klub bola. Salah satunya, sebut saja, Kaesang Pangarep dengan Persis Solo-nya. Namun, Yoyok Sukawi-lah yang agaknya paling kentara “memperalat” sepak bola sebagai kendaraan politiknya.
Dua periode anggota DPRD Provinsi Jawa Tengah pula dua periode anggota DPR RI telah ia raih berkat perangkat sepak bola paling masif: suporter bola. PSIS Semarang sendiri memiliki dua basis suporter yang terbilang cukup besar, yaitu Panser Biru dan SneX. Jumlah anggotanya, masing-masing katakanlah 10 ribuan—Panser Biru mengklaim memiliki 18 ribuan anggota. Maka, dari dua kelompok itu, Yoyok gampang saja beroleh sekira 15-20 ribu suara dalam setiap pemilihan.
Masa-masa itu, performa PSIS Semarang terbilang lumayan—untuk tak menyebutnya buruk. PSIS masih kerap kali bercokol di papan atas klasemen liga, meskipun belum pernah lagi memuncakinya sebagai juara sejak 1999. Dan loyalitas suporter pun terus berpihak pada Yoyok, baik di dalam maupun luar lapangan. Maka benarlah adanya salah satu lumbung suara terbanyak bagi Yoyok Sukawi dalam politik ialah dari suporter PSIS Semarang.
BACA JUGA: Podcast: Kepareng Wareng: Suporter Bakal Terus Boikot Nonton PSIS Biar Yoyok Out
Balada PSIS Semarang: Suporter vs. CEO
Akan tetapi, seolah-olah dunia terbalik, pada Pilkada 2024 lalu justru ramai pemberitaan CEO PSIS Semarang mempolisikan pentolan suporternya sendiri. Pasalnya, Yoyok Sukawi maju sebagai Calon Wali Kota Semarang di tengah-tengah kondisi PSIS yang sedang tak keruan. PSIS mulai sering kalah tanding, salah satunya lantaran tak bisa berkandang di markas utama, Stadion Jatidiri. Apalagi, sebelumnya Yoyok tampak “menjual” pemain-pemain jempolan PSIS yang lantas banyak pihak nilai sebagai ajang mencari dana untuk modal kampanye. Tak ingin tinggal diam dengan keadaan mengenaskan klub idolanya, para suporter lantas mulai melancarkan kritik kepada Yoyok untuk mengembalikan marwah PSIS Semarang.
Dan demikianlah, saking vokalnya mengkritik, dedengkot Panser Biru, Kepareng Wareng, beroleh pelaporan ke kepolisian oleh pihak Yoyok Sukawi, orang yang telah bertahun-tahun ia dukung dalam bola dan politik. Dari situlah perlawan suporter bermula. Terlebih, dengan tuntutan terhadap Yoyok mengenai nasib buruk yang sedang menimpa PSIS, yakni “Ora Empat Besar, Ora Wali Kota”. Tambah pula dengan kegeraman suporter yang menilai dirinya tak profesional dalam mengelola PSIS Semarang; terlihat dari gaji pemain yang telat bahkan ia cicil sampai mesti menjual aset-aset miliknya, dari tambak hingga deposito keluarga.