Scroll Untuk Baca Artikel
Jateng

Tak Hanya Sinci Ita Martadinata, Pahitnya Pare dan Cantiknya Bunga Kecombrang Jadi Simbol Tragedi 1998

×

Tak Hanya Sinci Ita Martadinata, Pahitnya Pare dan Cantiknya Bunga Kecombrang Jadi Simbol Tragedi 1998

Sebarkan artikel ini
Ita Martadinata
Tak hanya Ita Martadinata, pahitnya pare dan cantiknya kecombrang jadi saksi nyata tragedi 1998. Sabtu (20/5/2023). (Made Dinda Yadnya Swari/beritajateng.tv).

SEMARANG, beritajateng.tv – Nama Ita Martadinata hingga kini masih terkenang sejak peristiwa kelam pada Mei 1998.

Ita Martadinata, gadis 18 tahun yang aktif di Tim Relawan untuk Kekerasan terhadap Perempuan (TRKP) itu tewas di rumahnya pada 9 Oktober 1998, tepat beberapa hari sebelum ia memberi kesaksian di sidang Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) terkait pemerkosaan massal yang menimpa perempuan etnis Tionghoa saat kerusuhan terjadi.

Di altar persembahyangan gedung Rasa Dharma, berdiri Sinci atau papan penghormatan berwarna putih sebagai simbol duka untuk menghormati kepergian Ita Martadinata yang sangat tragis.

Humas Perkumpulan Boen Hian Tong Ulin Nuha bercerita bahwa sosok Ita bukan hanya sebagai korban, tetapi gadis itu adalah orang yang sangat berani bertahan dengan keadaan.

Menurut keterangannya, tidak banyak orang Tionghoa yang tinggal di kawasan Pecinan Kota Semarang yang mengetahui siapa sosok Ita Martadinata. Semenjak perkumpulan Rasa Dharma atau Boen Hian Tong ini menghadirkan Sinci putih untuk Ita, baru masyarakat mengenal dan mendoakan sosoknya.

Simak berbagai berita dan artikel pilihan lainnya lewat WhatsApp Channel beritajateng.tv dengan klik tombol berikut:
Gabung ke Saluran

Tinggalkan Balasan