SEMARANG, beritajateng.tv – Nama Ita Martadinata hingga kini masih terkenang sejak peristiwa kelam pada Mei 1998.
Ita Martadinata, gadis 18 tahun yang aktif di Tim Relawan untuk Kekerasan terhadap Perempuan (TRKP) itu tewas di rumahnya pada 9 Oktober 1998, tepat beberapa hari sebelum ia memberi kesaksian di sidang Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) terkait pemerkosaan massal yang menimpa perempuan etnis Tionghoa saat kerusuhan terjadi.
Di altar persembahyangan gedung Rasa Dharma, berdiri Sinci atau papan penghormatan berwarna putih sebagai simbol duka untuk menghormati kepergian Ita Martadinata yang sangat tragis.
Humas Perkumpulan Boen Hian Tong Ulin Nuha bercerita bahwa sosok Ita bukan hanya sebagai korban, tetapi gadis itu adalah orang yang sangat berani bertahan dengan keadaan.
Menurut keterangannya, tidak banyak orang Tionghoa yang tinggal di kawasan Pecinan Kota Semarang yang mengetahui siapa sosok Ita Martadinata. Semenjak perkumpulan Rasa Dharma atau Boen Hian Tong ini menghadirkan Sinci putih untuk Ita, baru masyarakat mengenal dan mendoakan sosoknya.