“Situasi itu menunjukkan bahwa kelompok disabilitas semakin rentan. Pemeriksaan mereka pun terhambat karena keterbatasan komunikasi,” ujarnya.
Peran pemerintah dan lembaga perlindungan anak dalam pemulihan psikologis massa aksi perempuan dan anak-anak
Menurut Witi, pendampingan hukum saja tidak cukup. Ia menekankan perlunya pemulihan psikologis bagi anak-anak maupun perempuan yang mengalami peristiwa ini.
“Trauma, rasa takut, dan tekanan psikologis bisa muncul setelah mereka tertangkap. Karena itu, pemerintah seharusnya menyediakan pemulihan psikologis, tidak hanya menyerahkan sepenuhnya kepada kepolisian,” tegasnya.
Witi mendorong agar penanganan anak dalam situasi hukum memperhatikan mekanisme khusus sesuai regulasi yang berlaku.
BACA JUGA: Simpang Siur Penyebab Kematian Iko Juliant Junior, PBH IKA FH UNNES Desak Polisi Beri Klarifikasi
Selain kepolisian, ia menilai penting adanya keterlibatan UPTD, lembaga perlindungan anak, hingga organisasi masyarakat sipil yang fokus pada isu anak dan perempuan.
“Proses ini jangan sampai menakut-nakuti anak. Harus ada pola pembinaan, pengarahan, dan pemulihan yang benar. Sangat butuh peran pemerintah daerah maupun lembaga terkait,” pungkasnya. (*)
Editor: Mu’ammar R. Qadafi