Momen langka tradisi sedekah laut Mangunharjo
Tradisi sedekah laut ini menjadi momen langka di mana seluruh lapisan masyarakat bersatu. Mulai dari anak-anak, orang tua, hingga tokoh masyarakat hadir dan terlibat.
Bahkan, ritual penyiraman air laut ke kapal nelayan dan prosesi melingkari titik larungan menjadi bagian dari doa kolektif untuk keselamatan dan keberkahan bersama.
Wakil Wali Kota Semarang, Iswar Aminuddin, yang turut hadir dalam acara tersebut, menyebut tradisi ini sebagai bentuk nyata kearifan lokal yang selaras dengan prinsip keberlanjutan.
“Tradisi ini bukan hanya budaya, tapi strategi bertahan masyarakat dalam menghadapi ancaman perubahan lingkungan. Ini perlu kita dukung sebagai bagian dari pembangunan berkelanjutan,” kata Iswar.
Ia menilai kawasan pesisir seperti Mangunharjo memiliki potensi kuat sebagai model kelurahan berbasis budaya dan ekowisata yang tangguh terhadap perubahan zaman.
BACA JUGA: Warga Mangunharjo Kompak Dukung Normalisasi Sungai Plumbon Agar Bebas Banjir
Senada, Ketua DPRD Kota Semarang, Kadarlusman, menyebut bahwa sedekah laut bukan sekadar acara tahunan, melainkan identitas dan kekayaan sosial yang layak dijadikan agenda resmi pariwisata daerah.
“Kalau kita bisa merawat budaya, kita sedang membangun ketahanan kota. Ini bukan hanya soal laut, tapi soal siapa kita di tengah tantangan zaman,” tegas pria yang akrab disapa Pilus.
Tradisi sedekah laut, dengan segala kesakralan dan nilai sosialnya, menjadi pengingat bahwa masyarakat pesisir tak pernah menyerah pada gelombang zaman.
Di tengah ancaman ekologis, mereka memilih bertahan dengan cara mereka: merawat laut, menjaga warisan, dan memperkuat solidaritas. (*)
Editor: Mu’ammar R. Qadafi