“Kalau memang dia usahanya berkelompok dalam satu komunitas, ada namanya KUB atau kelompok usaha bersama. Satu kelompok terdiri dari 10 orang mendapat bantuan pemberdayaan Rp20 juta,” kata Imam.
Ia berharap, lewat jalur pemberdayaan, keluarga miskin tidak selamanya bergantung pada bansos. Lebih jauh, pihaknya menjelaskan strategi lainnya untuk mengurangi kantong-kantong kemiskinan.
Menurut Imam, kemiskinan tidak melulu soal pendapatan, namun juga kondisi rumah, akses sanitasi, hingga pendidikan anak.
“Mulai rumahnya tidak layak huni (RTLH), tidak punya jamban, kemudian tidak punya akses air bersih, anaknya tidak sekolah dan sebagainya itu kan bagian dari kantong-kantong kemiskinan,” paparnya.
BACA JUGA: Ahmad Luthfi soal Pengentasan Kemiskinan di Jateng: Kita Bukan Superman, Tapi Harus Super Team
Ia menambahkan, intervensi tersebut tidak bisa hanya satu dinas lakukan. Dinas Sosial, misalnya, menempatkan penyandang disabilitas berat di panti, Disperkim membantu perbaikan rumah tidak layak huni, sementara anak putus sekolah ditangani Dinas Pendidikan.
“Jadi memang ini harus lintas OPD, sesuai dengan bidangnya masing-masing,” imbuh Imam.
Selain Kajen, Pemprov Jawa Tengah juga menyalurkan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) untuk buruh rokok, tembakau, dan cengkeh.
Menurut Imam, bantuan itu jadi bukti bahwa Pemprov memaksimalkan sumber pendapatan daerah untuk menekan angka kemiskinan.
“Kalau Kajen ataupun mungkin yang lainnya lagi Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT). Ini khusus untuk buruh rokok, buruh tembakau dan buruh cengkeh dari Pemprov Jawa Tengah anggarannya,” pungkasnya. (*)
Editor: Mu’ammar R. Qadafi