Komisi B DPRD Jateng mendukung hal ini dan pada tahun 2022 mencanangkan terbentuknya raperda tentang Tata Kelola dan Pemasaran Ekspor Produk Pertanian Peternakan Perikanan dan UMKM Jateng.
Harapannya tentu agar nelayan kecil memiliki usaha skala besar, sehingga kesejahteraan tercapai dan angka kemiskinan di pesisir menurun,” ujar Andang yang juga Ketua Kadin Kabupaten Jepara.
Menurut Andang, peran lain dari nelayan kecil tergambarkan oleh data Kementerian Kelautan Perikanan yang mencatat bahwa 70 persen tangkapan ikan tuna Indonesia dari nelayan kecil, dimana menggunakan alat penangkapan ikan yang sederhana dan ramah lingkungan.
Hal ini tentu diluar perikiraan kebanyakan orang yang notabenenya mengira bahwa ikan besar ditangkap oleh kapal-kapal besar dan berteknologi tinggi. Namun nyatanya hal ini justru dilakukan oleh nelayan kecil.
“Data-data yang muncul dari masyarakat atau organisasi nelayan menggambarkan bahwa nelayan kecil terbilang taat dalam melaporkan hasil tangkapannya. Meski demikian, di Jateng yang secara keseluruhan memiliki 171.064 nelayan dan 27.845 kapal, masih menyisakan catatan-catatan salah satunya soal pelayanan kenelayanan dan pengelolaan potensi perikanan yang belum optimal,” jelasnya.
Berdasarkan data dari Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI), jumlah nelayan mengalami penurunan dari 3,44 juta pada 2004 menjadi hanya 1,69 juta pada 2018. Perubahan lainnya yaitu soal sumber penghasilan utama sebagian besar penduduk desa tepi laut di Indonesia. Tahun 2014 penghasilan utama 90,42 persen desa tepi laut adalah subsektor pertanian termasuk perikanan, namun pada 2018 berkurang menjadi 89,38 persen.
“Penurunan angka yang disampaikan oleh KNTI tersebut, jangan sampai terjadi ataupun mungkin sudah terjadi di Jateng. Sehingga ke depan perlu langkah konkret, program yang komprehensif serta ocean leadership yang mana menitikberatkan pembangunannya kepada sektor perikanan kelautan,” katanya. (RI)