147 Wilayah Pesisir Masuk Penanganan Kemiskinan Ekstrem, Dewan Dorong Pemprov Beri Perhatian

Anggota Komisi B DPRD Jateng Andang Wahyu Triyanto. (ricky/beritajateng.tv)

SEMARANG, 1/1 (beritajateng.tv) – Pemerintah pada 2022 memiliki rencana penanggulangan kemiskinan ekstrem di 212 Kabupaten/Kota, dimana 147 Kabupaten/Kota diantaranya merupakan wilayah pesisir. Anggota Komisi B DPRD Jateng, Andang Wahyu Triyanto berharap ada perhatian khusus dari Pemprov dan Pemkab/Pemkot ke wilayah pesisir sehingga sejalan dengan rencana kerja pemerintah pusat.

“Masyarakat di wilayah pesisir notabene-nya bekerja sebagai nelayan kecil, menangkap ikan one day fishing,” katanya, Sabtu (1/1/2022).

Meski demikian, Andang menilai nelayan kecil memiliki peranan yang besar. Oleh karena itu perlu ada keberpihakan yang nyata, terlebih undang-undang nomor 7 Tahun 2016 mengamanatkan tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudi Daya Ikan, dan Petambak Garam.

“Nelayan kecil memiliki peranan yang besar, 80% produksi hasil tangkapan nelayan kecil untuk pemenuhan konsumsi domestik. Kemudian, lebih dari 96% nelayan Indonesia adalah nelayan kecil. Hal ini menjadi peluang yang besar sekaligus tantangan untuk memperkuat usaha perikanan tangkap skala kecil agar lebih maju, mandiri dan berkelanjutan,” kata politisi PDI Perjuangan tersebut.

Menurut Andang, jumlah nelayan kecil yang besar ini harus didukung konektivitas infrastruktur, pelayanan publik maupun konektivitas data agar skala ekonomi nelayan kecil ini menjadi besar. Peran pengorganisasian nelayan sangat penting, agar hasil produksi nelayan kecil dapat bernilai besar.

“Dengan adanya konektivitas data baik melalui OSS maupun KUSUKA, kebijakan perlindungan dan pemberdayaan usaha perikanan dapat dilakukan secara terpadu dan berkelanjutan,” jelas Andang

Dia berharap ke depan pemerintah harus memastikan nelayan kecil ini memiliki badan usaha, sehingga yang sejahtera bukan hanya orang per orang tetapi nelayan kecil keseluruhan.

“Nelayan yang memiliki badan usaha akan terkoneksi secara ekonomi, sehingga akan lebih terbuka peluang usahanya,” katanya.

Komisi B DPRD Jateng mendukung hal ini dan pada tahun 2022 mencanangkan terbentuknya raperda tentang Tata Kelola dan Pemasaran Ekspor Produk Pertanian Peternakan Perikanan dan UMKM Jateng.

Harapannya tentu agar nelayan kecil memiliki usaha skala besar, sehingga kesejahteraan tercapai dan angka kemiskinan di pesisir menurun,” ujar Andang yang juga Ketua Kadin Kabupaten Jepara.

Menurut Andang, peran lain dari nelayan kecil tergambarkan oleh data Kementerian Kelautan Perikanan yang mencatat bahwa 70 persen tangkapan ikan tuna Indonesia dari nelayan kecil, dimana menggunakan alat penangkapan ikan yang sederhana dan ramah lingkungan.

Hal ini tentu diluar perikiraan kebanyakan orang yang notabenenya mengira bahwa ikan besar ditangkap oleh kapal-kapal besar dan berteknologi tinggi. Namun nyatanya hal ini justru dilakukan oleh nelayan kecil.

“Data-data yang muncul dari masyarakat atau organisasi nelayan menggambarkan bahwa nelayan kecil terbilang taat dalam melaporkan hasil tangkapannya. Meski demikian, di Jateng yang secara keseluruhan memiliki 171.064 nelayan dan 27.845 kapal, masih menyisakan catatan-catatan salah satunya soal pelayanan kenelayanan dan pengelolaan potensi perikanan yang belum optimal,” jelasnya.

Berdasarkan data dari Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI), jumlah nelayan mengalami penurunan dari 3,44 juta pada 2004 menjadi hanya 1,69 juta pada 2018. Perubahan lainnya yaitu soal sumber penghasilan utama sebagian besar penduduk desa tepi laut di Indonesia. Tahun 2014 penghasilan utama 90,42 persen desa tepi laut adalah subsektor pertanian termasuk perikanan, namun pada 2018 berkurang menjadi 89,38 persen.

“Penurunan angka yang disampaikan oleh KNTI tersebut, jangan sampai terjadi ataupun mungkin sudah terjadi di Jateng. Sehingga ke depan perlu langkah konkret, program yang komprehensif serta ocean leadership yang mana menitikberatkan pembangunannya kepada sektor perikanan kelautan,” katanya. (RI)

Tinggalkan Balasan