SEMARANG, beritajateng.tv – Alih-alih mengubah aturan kepala daerah agar dipilih oleh DPRD dengan alasan ongkos Pilkada yang mahal, pengamat politik Universitas Diponegoro (Undip) menyarankan pembaruan teknologi informasi (IT) dalam pemungutan suara.
Hal itu dicetuskan oleh pengamat politik Undip sekaligus Mantan Ketua Bawaslu RI, Nur Hidayat Sardini (NHS), Rabu, 18 Desember 2024.
“Kenapa kita tidak mulai menerapkan teknologi informasi? Mungkin tidak seluruh tahapan, tetapi subtahapan tertentu itu penting. Tidak harus selalu e-voting, tetapi misalnya dengan rekapitulasi elektronik,” ujar NHS.
Ia mencontohkan pengalamannya saat mengunjungi Ekuador pada 2014 silam. Pada saat itu, NHS berstatus sebagai DKPP.
“Pada saat itu. orang datang ke TPS untuk mengisi [surat suara], lalu masuk ke pindai atau rekapitulasi nasional di situ. Tidak perlu ada PPS, PPK, bahkan tidak perlu KPU kabupaten/kota sebenarnya, karena itu [suara] di pindah langsung,” terang NHS.
Kendati begitu, jika Indonesia mengadopsi cara yang berlaku di Ekuador, maka seluruh alat pemungutan suara harus terpercaya, atau yang NHS sebut auditable.
“Alatnya harus auditable, maka pengawas Pemilu tidak bersifat tradisional yang mengawasi secara kasat mata, tetapi juga ahli forensik election ya, seperti yang sedang saya pelajari tentang election forensik yaitu berbasis digital,” sambung NHS.
BACA JUGA: Pengamat Politik Undip Sebut DPRD Pilih Kepala Daerah sebagai Langkah Mundur, Ini Alasannya
Menurutnya, pembaharuan IT dalam pemungutan suara dapat memangkas biaya Pemilu maupun Pilkada. Sebab, kata NHS, sebanyak 64 persen pembiayaan Pemilu maupun Pilkada di Indonesia ialah untuk membayar honorarium petugas.
“Kalau itu kemudian kita bisa pangkas, bisa lebih baik, bisa lebih hemat. Saya setuju l adanya pengurangan penyelenggara Pemilu di level nasional, lima saja cukup. Di level provinsi bila perlu tiga saja,” tegas dia.
Bahkan, kata NHS, di tingkat kabupaten/kota lebih baik dibentuk badan adhoc saja.
“Tidak ada teori bahwa banyaknya itu menentukan prosesnya, tapi sekretariatnya, eksekutornya, itu harus di perkuat keahliannya. Daripada komisionernya terlalu banyak, lebih baik keahliannya,” tegas NHS.
NHS pun mempertanyakan ongkos Pemilu dan Pilkada yang Presiden RI Prabowo Subianto sebut mahal.