SEMARANG, beritajateng.tv – Kekalahan pasangan calon (paslon) gubernur dan wakil gubernur nomor urut 1, Andika Perkasa-Hendrar Prihadi, pada Pilgub Jawa Tengah 2024 dinilai karena keterlambatan PDI Perjuangan (PDIP).
“Kalau saya melihat kekalahan paslon nomor satu dari nomor dua di Jawa Tengah adalah karena keterlambatan berkampanye,” ungkap pengamat politik Universitas Diponegoro, Nur Hidayat Sardini (NHS).
Ia mengira, simpatisan PDIP yang mendulang mayoritas suara untuk partai banteng di Jawa Tengah itu cenderung jengah menunggu siapa pasangan calon (paslon) yang akan diusung pada Pilgub 2024.
Pasalnya, nama Andika-Hendi itu PDIP usung di detik-detik terakhir sebelum pendaftaran peserta oleh KPU.
Menurut NHS, PDIP tak menunjukkan kehadiran atau eksistensinya secara maksimal di momen yang bersifat krusial.
“Padahal kita tahu bahwa PDIP itu 15 sampai 22 persen basisnya atau anggotanya, tapi selebihnya kan simpatisan. Simpatisan itu boleh jadi jengah terhadap ketidakcepatan PDIP. Politic is present, politik itu kehadiran, PDIP itu unpresent,” tegas NHS.
Terlebih, lawan politik Andika Perkasa dalam Pilgub 2024, yakni Komjen Pol. Ahmad Luthfi, telah mencuri start kampanye sejak menjabat sebagai Kapolda Jawa Tengah.
“Saya rasa memang [PDIP] kelihatan, hanya saja memang tidak bisa mengejar. Kalau Luthfi lima tahun berkampanye, karena dia Kapolda, dia [Luthfi] tidak bisa dikejar dalam waktu singkat,” sambung NHS.
NHS yakini Andika – Hendi bisa menang andai PDIP tak terlambat mengusung
Kendati begitu, NHS mengapresiasi perolehan suara Andika-Hendi yang menyentuh angka 40,86 persen. Menurutnya, hal itu merupakan prestasi tersendiri bagi Andika-Hendi.