Pendidikan

Wedang Ronde Salatiga Diusulkan Jadi Warisan Budaya Tak Benda

×

Wedang Ronde Salatiga Diusulkan Jadi Warisan Budaya Tak Benda

Sebarkan artikel ini
wedang ronde undip
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Salatiga bersama tim akademisi dari Magister Susastra Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro (Undip) mengkaji Wedang Ronde Salatiga sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTb). (Dok)

SEMARANG, beritajateng.tv – Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Salatiga bersama tim akademisi dari Magister Susastra Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro (Undip) mengkaji Wedang Ronde Salatiga sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTb). Kajian ini bertujuan untuk melestarikan tradisi kuliner khas Salatiga sekaligus memperkuat identitas budaya kota tersebut.

Penelitian ini dilakukan oleh tim yang terdiri dari berbagai pihak, termasuk akademisi, pejabat daerah, dan videografer.

Menurut hasil kajian, Wedang Ronde Salatiga memiliki perbedaan cita rasa daripada wedang ronde dari daerah lain seperti Surakarta, Yogyakarta, dan Boyolali. Selain itu, minuman ini memiliki nilai historis dan filosofi yang kuat sebagai hasil akulturasi budaya Tionghoa dan Jawa.

BACA JUGA: Bukit Alam Semarang, Wisata Kuliner yang Hadirkan Pengalaman Makan di Tengah Pemandangan Hijau

Ken Widyatwati, salah satu anggota tim kajian, menjelaskan bahwa wedang ronde awalnya berasal dari istilah Tiongkok Tang Yuan, yang berarti bola sup.

Di Salatiga, wedang ronde berkembang menjadi simbol kebersamaan dan kehangatan keluarga. “Dulu, wedang ronde disebut wedang guyup karena proses pembuatannya dilakukan bersama keluarga, mencerminkan nilai gotong royong dan keharmonisan,” ujarnya.

Menariknya, istilah “ronde” sendiri berasal dari bahasa Belanda rond, yang berarti bulat. Sebutan ini muncul karena para pendatang Belanda di masa kolonial sering menikmati minuman ini dan menyebutnya dengan istilah tersebut. Dari situlah nama “Wedang Ronde” semakin masyarakat kenal hingga saat ini.

Kajian ini berdasar pada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan, yang menegaskan bahwa kuliner tradisional termasuk dalam kategori Warisan Budaya Tak Benda. UNESCO juga mendefinisikan WBTb sebagai bagian dari ekspresi budaya yang di wariskan secara turun-temurun dan memiliki nilai historis bagi masyarakat.

Simak berbagai berita dan artikel pilihan lainnya lewat WhatsApp Channel beritajateng.tv dengan klik tombol berikut:
Gabung ke Saluran

Tinggalkan Balasan