SEMARANG, beritajateng.tv – Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) resmi mengganti sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) menjadi Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB). Rencananya, SPMB mulai diterapkan pada 2025 ini.
Tak ingin polemik PPDB pada tahun sebelumnya terulang pada SPMB 2025, pengamat pendidikan menyarankan perbaikan sistem pada peneriman siswa baru. Bukan penggantian nama belaka.
Pengamat pendidikan Universitas Negeri Semarang (Unnes), Edi Subhkan, menilai perubahan PPDB menjadi SPMB tak terlalu signifikan. Hal itu Edi ungkap saat dihubungi via WhatsApp, Selasa, 25 Februari 2025.
Bahkan, pihaknya menilai perubahan itu hanya mengubah istilah saja, seiring dengan pergantian menteri dan nama kementerian.
“PPDB beralih istilah menjadi SPMB. Peserta didik jadi murid, zonasi ganti domisili. Menurut saya perubahannya gak terlalu signifikan, justru di masyarakat jadi guyonan saja itu. Ganti menetri, ganti istilah baru,” ujar Edi.
BACA JUGA: PPDB Ganti Nama Jadi SPMB, Sistem Zonasi Bakal Hilang?
Kendati begitu, Edi tetap mengapresiasi langkah pemerintah yang membuat nuansa baru pada PPDB. Terlebih, kata Edi, masyarakat banyak yang mengeluhkan masalah zonasi yang terjadi setiap PPDB berlangsung.
“Tapi kita mengapresiasi. Muncul tuntutan masyarakat yang kecewa dengan sistem zonasi. Minimal istilah zonasi [pada SPMB] diganti dengan domisili, itu bisa meredam gejolak di masyarakat. Walaupun sebenarnya kan subtansinya sama,” tutur Edi.
Walaupun istilah zonasi tak lagi digunakan, Edi justru khawatir penerapan domisili ini menimbulkan kecurangan baru dalam penerimaan murid baru.
“Yang agak membedakan, tapi justru punya potensi masalah baru adalah ketika zonasi diganti domisili. KK tidak jadi syarat dan ada yang berganti ke surat keterangan dari kelurahan. Itu kan celah juga untuk melakukan kecurangan,” tegas Edi.
Ketimbang ganti nama, Edi sarankan pemerintah perbaiki sistem PPDB
Karenanya, Edi menginginkan pembaruan sistem pada penerimaan murid baru; tak hanya sekadar mengganti nama belaka.