SEMARANG, beritajateng.tv – Percobaan penculikan disertai pelecehan terhadap korban seorang siswi SD di Semarang mengundang keprihatinan. Meski korban terlihat kembali bersekolah seperti biasa, psikolog Dra. Probowatie Tjondronegoro, M.Si., mengingatkan bahwa trauma pada anak tak selalu tampak langsung.
Menurut Probowatie, pengalaman traumatis bisa muncul dalam berbagai bentuk dan jangka waktu yang berbeda.
“Ada anak yang terlihat kuat dan langsung bisa beraktivitas kembali, tapi ada juga yang baru beberapa waktu kemudian merasa takut, mudah curiga, atau bahkan mengingat kembali kejadian itu dengan jelas,” jelasnya saat beritajateng.tv hubungi pada Selasa, 26 Agustus 2025.
BACA JUGA: Soroti Percobaan Penculikan Siswi SD Pakintelan, Walikota Semarang Imbau Orang Tua Waspada
Kesalahan yang sering orang dewasa lakukan, kata Probowatie, ialah memaksa anak terus-menerus menceritakan ulang kejadian yang dialami. Alih-alih membantu, hal ini justru bisa memperkuat memori traumatis.
“Kalau anak sudah bercerita sekali, jangan paksa mengulang lagi. Mengulang cerita akan membuat memori traumatis semakin tebal dan sulit hilang,” tegasnya.
Ia menambahkan, pendampingan orang tua sebaiknya dengan cara menenangkan, bukan menakut-nakuti.
“Cukup arahkan bahwa anak sudah selamat, terlindungi, dan sekarang lebih berhati-hati. Jangan sampai setiap hari mengingatkan dengan kata-kata yang membuatnya cemas,” imbuhnya.
Resiliensi anak berbeda-beda
Trauma pada anak tidak bisa digeneralisasi. Ada anak yang cepat pulih karena memiliki daya tahan psikologis yang tinggi, sementara ada pula yang membutuhkan waktu lama bahkan hingga dewasa.
“Setiap anak punya resiliensi berbeda. Ada yang setelah selamat merasa biasa saja, tapi ada juga yang kelak menjadi mudah curiga pada orang asing karena pengalamannya itu,” kata Probowatie.