SEMARANG, beritajateng.tv – Aktivis muda, Abigail Limuria, ikut menyoroti tuntutan 17+8 yang belakangan viral di media sosial. Dalam podcast Close The Door bersama Deddy Corbuzier, Abigail menjelaskan bahwa gerakan ini muncul sebagai respons atas berbagai peristiwa yang memicu kemarahan publik.
Sebagaimana diketahui, tuntutan 17+8 awalnya disuarakan para influencer dan pegiat media sosial sejak pekan lalu. Gelombang seruan ini kemudian mendapat dukungan luas dari mahasiswa, aktivis, hingga masyarakat umum.
Salah satu pemicunya adalah tragedi meninggalnya seorang pengemudi ojek online yang tewas setelah dilindas kendaraan taktis Brimob.
Situasi makin memanas ketika publik digegerkan dengan pemberitaan mengenai tunjangan gaji anggota DPR yang nilainya disebut mencapai lebih dari Rp100 juta.
BACA JUGA: Bukan Gegara Gaji DPR Naik yang Bikin Masyarakat Marah hingga Demo, Tapi Ini
Perpaduan isu sosial dan ekonomi tersebut menyulut protes maraton di berbagai kota di Indonesia, yang kemudian melahirkan gerakan rakyat dengan slogan 17+8.
Menurut Abigail, tuntutan 17+8 memiliki tagline “transparansi, reformasi, dan empati.” Ia menekankan pentingnya pemerintahan yang lebih akuntabel dalam mengelola pendanaan maupun proses politik.
“Kita mau pemerintahan yang lebih akuntabel dan transparan, terutama dalam pendanaan, dan proses politik,” ujar Abigail, seperti beritajateng.tv kutip, Jumat 6 September 2025.
BACA JUGA: Investor Cina-Korsel Tunda Pertemuan Imbas Demo, DPMPTSP: Tak Ada Pembatalan Investasi di Jateng
Selain itu, tuntutan reformasi juga menyinggung perlunya transparansi dalam struktur TNI dan Polri.
Abigail menilai, selama ini banyak proses pembahasan di institusi tersebut yang tidak terbuka kepada publik.
“Kita kan sudah melihat presedennya, pembahasannya seringkali gak transparan kan. Nah, kita ingin reform dong, secara demokratis,” tegasnya.
Gerakan 17+8 kini menjadi simbol kemarahan sekaligus harapan masyarakat terhadap perubahan.