SEMARANG, beritajateng.tv – Kuasa hukum terdakwa Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi Universitas Diponegoro (Undip), Kairul Anwar menegaskan perkara ini tidak ada keterkaitannya dengan meninggalnya almarhum dr Aulia Risma Lestari. Hal itu menurutnya tertuang dalam pertimbangan majelis hakim.
“Hanya dengan meninggalnya almarhum dr. Aulia, itu pertama. Mohon perhatikan betul pertimbangan Majelis Hakim. Sama sekali tidak menyinggung. Pemerasannya terjadi tahun 2022, sementara almarhum meninggal pada 2024,” ujarnya usai sidang putusan di Pengadilan Negeri Semarang pada Rabu, 1 Oktober 2025.
Kairul menjelaskan, praktik pengumpulan dana yang disebut sebagai pemerasan itu sudah berlangsung turun-temurun di lingkungan PPDS, bukan inisiatif pribadi para terdakwa.
“Bukan beliau yang melakukan pemerasan tetapi itu kan sistem yang turun-temurun, sudah terjadi. Dia meneruskan itu. Peruntukannya salah satunya untuk persediaan makan prolong,” kata dia.
BACA JUGA: Vonis 2 Tahun Penjara, Eks Kaprodi PPDS Undip Terbukti Minta Mahasiswa Bayar Rp80 Juta
Dana yang terkumpul, lanjutnya, untuk kebutuhan bersama, termasuk persediaan makan saat praktik prolong hingga pembelian alat kesehatan, inkubasi sulit. Padahal menurutnya alat itu mestinya RSUP dr Kariadi siapkan sebagai tempat menempuh pendidikan.
“Jadi, karena alatnya enggak ada, mereka itu pengadaan sendiri. Enggak mungkin pasien ditinggalkan kondisi enggak ada alat. Nah, hal-hal seperti itulah yang dilakukan oleh mereka per masing-masing angkatan,” ucap Kairul.
Ia juga mengomentari terdakwa Sri Maryani yang di vonis sembilan bulan bui karena melakukan pencatatan Biaya Operasional Pendidikan (BOP) dan melakukan pemerasan. Menurutnya, uang itu untuk ujian yang kolegium laksanakan. Sehingga uang kembali lagi kepada para mahasiswa PPDS.
“Jadi, kalau dicermati betul putusan tadi enggak ada kaitannya dengan itu. Kalau memang itu ada keterkaitan, enggak mungkin mereka divonis 9 bulan. Tidak mungkin. Makanya pasal yang di gunakan adalah pasal 368 ayat 1 dan ayat 2,” tuturnya.
Sementara untuk Ketua Program PPDS Anestesi Undip dr. Taufik Eko Nugrohodijatuhi hukuman dua tahun penjara. Vonis ini lebih ringan dari tuntutan jaksa selama tiga tahun. Kairul menyatakan jika mereka hanya memfasilitasi kejadian yang sebelumnya sudah terjadi turun-temurun.