Jateng

Pakar Undip Ungkap Akar Masalah Banjir Kaligawe: Bukan Pompa, Tapi Alih Fungsi Lahan di Semarang Atas

×

Pakar Undip Ungkap Akar Masalah Banjir Kaligawe: Bukan Pompa, Tapi Alih Fungsi Lahan di Semarang Atas

Sebarkan artikel ini
Banjir Kaligawe Genuk
Kondisi genangan air yang sudah mulai surut di Jalan Raya Kaligawe, Kecamatan Genuk, Kota Semarang, Minggu, 26 Oktober 2025. (Foto: Dok. Polsek Genuk)

SEMARANG, beritajateng.tvBanjir tahunan di kawasan Kaligawe dan Genuk, Kota Semarang, bukan semata karena pompa maupun drainase yang bermasalah saja. Akar masalah sesungguhnya justru terletak pada perubahan lahan di wilayah hulu yang tak terkendali selama bertahun-tahun.

Profesor Departemen Perencanaan Wilayah dan Kota Undip, Wiwandari Handayani, menegaskan tak pernah ada pembenahan persoalan banjir di wilayah Semarang Timur itu secara menyeluruh dari hulu hingga hilir.

Selama ini, kata dia, pemerintah hanya berfokus pada upaya di wilayah hilir seperti normalisasi sungai, pompanisasi, dan pembangunan tanggul laut.

“Kalau menurut saya justru akar masalahnya adalah karena banjir yang selama ini terjadi itu tidak pernah ditangani secara menyeluruh dari hulu sampai dengan hilir,” ujar Wiwandari saat beritajateng.tv hubungi via WhatsApp Call, Senin, 27 Oktober 2025 malam.

Ia menilai solusi pemerintah setempat dalam menangani banjir cenderung reaktif, hanya memperbaiki bagian hilir saja. Padahal, kata dia, persoalan terbesar justru terjadi karena konversi lahan di wilayah Semarang atas.

“Selama ini kita fokusnya sama banjir yang terjadi di hilir, bikin tanggul laut, normalisasi sungai, menyalahkan pompa dan saluran drainase. Tapi akar masalah sebenarnya perubahan guna lahan yang tidak terkendali. Banyak daerah-daerah hulu sudah berubah, dari lahan resapan air menjadi lahan terbangun,” paparnya.

BACA JUGA: Minta BMKG Modifikasi Cuaca, Ahmad Luthfi: Kami Stand By 24 Jam Tangani Banjir Genuk-Kaligawe

Wiwandari menyebut, perubahan tata guna lahan itu memicu sedimentasi dan memperberat beban drainase di hilir. Akibatnya, daerah seperti Kaligawe terus menjadi langganan banjir setiap tahun.

“Sedimentasi akhirnya membebani drainase, jadi seolah-olah salahnya di drainase. Padahal, misalnya drainasenya dibenahi, tapi lahan yang seharusnya jadi serapan air tetap di biarkan terbangun, saya yakin Semarang akan tetap mengalami persoalan yang sama,” katanya.

Tak hanya itu, pihaknya juga menyoroti pesatnya pembangunan di kawasan atas seperti Tembalang, Meteseh, hingga Ngaliyan yang tidak dibarengi dengan peningkatan kapasitas drainase menuju hilir.

“Kalau mau bangun di daerah Tembalang ya drainasenya harus di besarin sampai ke bawahnya. Ini yang belum kita lakukan secara komprehensif,” paparnya.

Ia menegaskan, konversi lahan tanpa kesiapan sistem drainase adalah kontributor terbesar banjir menahun di Semarang.

“Kita mendorong pembangunan karena butuh pertumbuhan ekonomi, tapi harusnya terikuti kesiapan drainase. Yang terjadi sekarang, ngebangun-nya jalan, tapi drainasenya enggak disiapkan atau enggak ditambah,” tegasnya.

BACA JUGA: Sambangi Korban Banjir, Ahmad Luthfi Pastikan Bantuan Tepat Sasaran

Riset yang pernah Undip lakukan, lanjut Wiwandari, menunjukkan pertumbuhan pesat permukiman dan industri di kawasan atas dan Kabupaten Semarang telah memengaruhi daya tampung air Kota Semarang, bahkan berdampak pada ketersediaan air bersih.

Simak berbagai berita dan artikel pilihan lainnya lewat WhatsApp Channel beritajateng.tv dengan klik tombol berikut:
Gabung ke Saluran

Tinggalkan Balasan