SEMARANG, beritajateng.tv – Kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan di Kota Semarang masih menjadi persoalan yang perlu mendapat perhatian serius.
Hingga September 2025, Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Semarang mencatat 172 kasus kekerasan yang telah tertangani dalam berbagai bentuk dan tingkat dampaknya.
Pelaksana tugas Kepala DP3A Kota Semarang, dr. Noegroho Edy Rijanto, menjelaskan bahwa tren kekerasan masih di dominasi kasus yang melibatkan perempuan dan anak.
Bentuk kekerasan yang paling sering perempuan alami ialah kekerasan verbal serta pelecehan dalam bentuk kata-kata yang kerap terjadi di lingkungan sosial maupun rumah tangga.
Sementara itu, kekerasan terhadap anak banyak terjadi ketika mereka tidak berada dalam pengawasan orang dewasa. Menurut Edy, kerentanan itu muncul terutama setelah jam pulang sekolah, saat anak berada di ruang publik tanpa pengawasan guru atau orang tua.
BACA JUGA: Cegah Kekerasan Remaja, Polda Jateng Bakal Gelar Kejuaraan Tinju dan Kickboxing 2025 Piala Kapolda
“Cukup banyak kasus penculikan atau pelecehan terjadi setelah anak pulang sekolah. Saat itu pengawasan sudah berkurang, dan pelaku memanfaatkan situasi tersebut,” ujarnya, Senin (20/10).
Untuk menekan angka kasus, DP3A terus memperkuat kolaborasi lintas sektor, termasuk dengan aparat kepolisian dan lembaga terkait lainnya.
Edy menegaskan bahwa koordinasi penting agar pelaku dapat segera ditangkap dan kasus serupa tidak terulang.
“Kasus penculikan termasuk tindak kriminal murni. Karena itu kami bekerja sama dengan kepolisian agar pelaku dapat di tindak tegas,” katanya.












